BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Apa anemia itu? Anemia adalah
keadaan dimana kadar sel-sel darah merah dan hemoglobin dalam darah kurang dari
normal. Hemoglobin terdapat dalam sel-sel darah merah dan merupakan pigmen
pemberi warna merah sekaligus pembawa oksigen dari paru-paru ke seluruh sel-sel
tubuh. Oksigen ini akan digunakan untuk membakar gula dan lemak menjadi energy.
Hal ini dapat menjelaskan mengapa kurang darah dapat menyebabkanng gejala lemah
dan lesu yang tidak biasa.Paru-paru dan jantung juga terpaksa kerja keras untuk
mendapatkan oksigen dari darah yang menyebabkan nafas terasa pendek.
Walaupun gejalanya tidak terlihat
atau samar-samar dalam jangka waktu lama.Kondisi ini tetap dapat membahayakan
jiwa jika dibiarkan dan tidak diobati.Jika anda mengalami gejala lemah lesu
berkepanjangan, sebaiknya segera periksakan diri ke dokter untuk mengetahui
penyebabny. Anemia biasanya terdeteksi atau sedikitnya dapat dipastikan setelah
pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar sel darah merah , hemotokrit dan
hemoglobin. Pengobatan bisa bervariasi tergantung pada diagnosisnya.
Sel-sel darah baru dibuat setiap
hari dalam sumsum tulang belakang.Zat gizi yan diperlukan untuk pembuatan
sel-sel ini adalah besi, protein dan vitamin terutama asam folat dan B12.Dari
semua ini, besi dan protein yang paling penting dalam pembentukan hemoglobin.
Setiap orang harus memiliki sekitar 15 gram hemoglobin per 100 ml darah dan
jumlah darah sekitar lima juta sel darah merah per millimeter darah.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Pengertian Anemia
Anemia
adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 100 ml
darah.(Ngastiyah, 1997).
Secara fisiologis, anemia terjadi
apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke
jaringan sehingga tubuh akan mengalami hipoksia. Anemia bukan suatu penyakit
atau diagnosis melainkan merupakan pencerminan ke dalam suatu penyakit atau
dasar perubahan patofisilogis yang diuraikan oleh anamnese dan pemeriksaan
fisik yang teliti serta didukung oleh pemeriksaan laboratorium.
B. Manifestasi klinik
Pada anemia, karena semua sistem organ
dapat terlibat, maka dapat menimbulkan manifestasi klinik yang luas.
Manifestasi ini bergantung pada:
(1) kecepatan timbulnya anemia
(2) umur individu
(3) mekanisme kompensasinya
(4) tingkat aktivitasnya
(5) keadaan penyakit yang mendasari,
dan
(6) parahnya anemia tersebut.
Karena
jumlah efektif sel darah merah berkurang, maka
lebih sedikit O2 yang dikirimkan ke jaringan. Kehilangan darah yang
mendadak (30% atau lebih), seperti pada perdarahan, menimbulkan simtomatoogi
sekunder hipovolemia dan hipoksemia. Namun pengurangan hebat massa sel darah
merah dalam waktu beberapa bulan (walaupun pengurangannya 50%) memungkinkan
mekanisme kompensasi tubuh untuk menyesuaikan diri, dan biasanya penderita
asimtomatik, kecuali pada kerja jasmani berat.
Mekanisme kompensasi bekerja melalui:
(1) peningkatan curah jantung dan pernafasan, karena itu
menambah pengiriman O2
ke jaringan-jaringan oleh sel darah
merah
(2) meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin
(3) mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari
sela-sela jaringan, dan
(4)
redistribusi aliran darah ke organ-organ vital (deGruchy, 1978 ). 4.
C.
Etiologi
1.
Karena cacat sel darah merah (SDM)
Sel
darah merah mempunyai komponen penyusun yang banyak sekali. Tiap-tiap komponen
ini bila mengalami cacat atau kelainan, akan menimbulkan masalah bagi SDM
sendiri, sehingga sel ini tidak berfungsi sebagai mana mestinya dan dengan
cepat mengalami penuaan dan segera dihancurkan. Pada umumnya cacat yang dialami
SDM menyangkut senyawa-senyawa protein yang menyusunnya. Oleh karena kelainan
ini menyangkut protein, sedangkan sintesis protein dikendalikan oleh gen di
DNA.
2.
Karena kekurangan zat gizi
Anemia
jenis ini merupakan salah satu anemia yang disebabkan oleh faktor
luar tubuh, yaitu kekurangan salah satu zat gizi. Anemia
karena kelainan dalam SDM disebabkan
oleh faktor konstitutif yang menyusun sel tersebut. Anemia jenis ini tidak
dapat diobati, yang dapat dilakukan adalah hanya memperpanjang usia SDM
sehingga mendekati umur yang seharusnya, mengurangi beratnya gejala atau bahkan
hanya mengurangi penyulit yang terjadi.
3.
Karena perdarahan
Kehilangan
darah dalam jumlah besar tentu saja akan menyebabkan kurangnya jumlah SDM dalam
darah, sehingga terjadi anemia. Anemia karena perdarahan besar dan dalam waktu singkat ini secara nisbi
jarang terjadi. Keadaan ini biasanya terjadi karena kecelakaan dan bahaya yang
diakibatkannya langsung disadari. Akibatnya, segala usaha akan dilakukan untuk
mencegah perdarahan dan kalau mungkin mengembalikan jumlah darah ke keadaan
semula, misalnya dengan tranfusi.
4. Karena
otoimun
Dalam
keadaan tertentu, sistem imun tubuh dapat mengenali dan menghancurkan
bagian-bagian tubuh yang biasanya tidak dihancurkan. Keadaan ini sebanarnya
tidak seharusnya terjadi dalam jumlah besar. Bila hal tersebut terjadi terhadap
SDM, umur SDM akan memendek karena dengan cepat dihancurkan oleh sistem imun.
1.
D. Diagnosis
(gejala atau tanda-tanda)
Tanda-tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah:
1. kelelahan, lemah, pucat, dan kurang bergairah
2.
sakit kepala, dan mudah marah
3.
tidak mampu berkonsentrasi, dan rentan terhadap infeksi
4.
pada anemia yang kronis menunjukkan bentuk kuku seperti sendok dan rapuh,
pecah-pecah pada sudut mulut, lidah lunak dan sulit menelan.
Karena faktor-faktor seperti
pigmentasi kulit, suhu dan kedalaman serta distribusi kapiler mempengaruhi
warna kulit, maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat
diandalkan.Warna kuku, telapak tangan, dan membran mukosa mulut serta
konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.
Takikardia dan
bising jantung (suara yang disebabkan oleh kecepatan aliran darah yang
meningkat) menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat.Angina (sakit
dada), khususnya pada penderita yang tua dengan stenosis koroner, dapat
diakibatkan karena iskemia miokardium. Pada anemia berat, dapat menimbulkan
payah jantung kongesif sebab otot jantung yang kekurangan oksigen tidak dapat
menyesuaikan diri dengan beban kerja jantung yang meningkat. Dispnea (kesulitan
bernafas), nafas pendek, dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani
merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman O2. Sakit kepala, pusing,
kelemahan dan tinnitus (telinga berdengung) dapat menggambarkan berkurangnya
oksigenasi pada susunan saraf pusat. Pada anemia yang berat dapat juga timbul
gejala saluran cerna yang umumnya berhubungan dengan keadaan defisiensi.
Gejala-gejala ini adalah anoreksia, nausea, konstipasi atau diare dan
stomatitis (sariawan lidah dan mulut).
E.
PATOFISIOLOGI
Timbulnya anemia mencerminkan adanya
kegagalan sumsum atau kehilangasel darah merah secara berlebihan atau
keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi,
pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak
diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis
(destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai
dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi)
terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system retikuloendotelial,
terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin
yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah
merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma
(konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik
pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami
penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemolitik) maka hemoglobin akan
muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya
melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas)
untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan
kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu
anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel darah merah atau produksi
sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar:1.
hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah
merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat
dalam biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
Anemia
↓
viskositas
darah menurun
↓
resistensi
aliran darah perifer
↓
penurunan
transport O2 ke jaringan
↓
hipoksia,
pucat, lemah
↓
beban
jantung meningkat
↓
kerja
jantung meningkat
↓
payah
jantung
F. Klasifikasi anemia
Pada
klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro menunjukkan ukuran sel
darah merah sedangkan kromik menunjukkan warnanya. Sudah dikenal tiga
klasifikasi besar.
Yang pertama adalah anemia normositik normokrom. Dimana
ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam
jumlah yang normal tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemia jenis ini
adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi,
gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum, dan penyakit-penyakit
infiltratif metastatik pada sumsum tulang.
Kategori
besar yang kedua adalah anemia makrositik normokrom. Makrositik berarti ukuran
sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena konsentrasi
hemoglobinnya normal. Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya
sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau
asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab agen-agen yang
digunakan mengganggu metabolisme sel.
Kategori
anemia ke tiga adalah anemia mikrositik hipokrom. Mikrositik berarti kecil,
hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal.
Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada
anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan
darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada
talasemia (penyakit hemoglobin abnormal kongenital).
Anemia dapat juga diklasifikasikan menurut etiologinya. Penyebab utama yang
dipikirkan adalah
(1) meningkatnya kehilangan sel darah merah
dan
(2) penurunan atau gangguan pembentukan sel.
Meningkatnya kehilangan sel darah merah dapat
disebabkan oleh perdarahan atau oleh penghancuran sel. Perdarahan dapat
disebabkan oleh trauma atau tukak, atau akibat pardarahan kronik karena polip
pada kolon, penyakit-penyakit keganasan, hemoriod atau menstruasi. Penghancuran
sel darah merah dalam sirkulasi, dikenal dengan nama hemolisis, terjadi bila
gangguan pada sel darah merah itu sendiri yang memperpendek
hidupnya atau karena perubahan lingkungan yang
mengakibatkan penghancuran sel darah merah. Keadaan dimana sel darah merah itu
sendiri terganggu adalah:
1. hemoglobinopati, yaitu hemoglobin abnormal yang
diturunkan, misal nya anemia sel sabit
2.
gangguan sintetis globin misalnya talasemia
3.
gangguan membran sel darah merah misalnya sferositosis herediter
4.defisiensi
enzim misalnya defisiensi G6PD (glukosa 6-fosfat dehidrogenase).
Yang disebut diatas adalah gangguan
herediter. Namun, hemolisis dapat juga disebabkan oleh gangguan lingkungan sel
darah merah yang seringkali memerlukan respon imun. Respon isoimun mengenai
berbagai individu dalam spesies yang sama dan diakibatkan oleh tranfusi darah
yang tidak cocok. Respon otoimun
terdiri dari pembentukan antibodi terhadap sel-sel darah merah itu sendiri.
Keadaan yang di namakan anemia hemolitik otoimun dapat timbul tanpa sebab yang
diketahui setelah pemberian suatu obat tertentu seperti alfa-metildopa, kinin,
sulfonamida, L-dopa atau pada penyakit-penyakit seperti limfoma, leukemia
limfositik kronik, lupus eritematosus, artritis reumatorid dan infeksi virus. Anemia hemolitik otoimun selanjutnya
diklasifikasikan menurut suhu dimana antibodi bereaksi dengan sel-sel darah
merah –antibodi tipe panas atau antibodi tipe dingin.
Malaria adalah
penyakit parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk anopheles
betina yang terinfeksi. Penyakit ini akan menimbulkan anemia hemolitik berat
ketika sel darah merah diinfestasi oleh parasit plasmodium, pada keadaan ini
terjadi kerusakan pada sel darah merah, dimana permukaan sel darah merah tidak
teratur. Sel darah merah yang terkena akan segera dikeluarkan dari
peredaran darah oleh limpa(Beutler, 1983)
Hipersplenisme
(pembesaran limpa, pansitopenia, dan sumsum tulang hiperselular atau normal)
dapat juga menyebabkan hemolisis akibat penjeratan dan penghancuran sel darah
merah. Luka bakar yang berat khususnya jika kapiler pecah dapat juga
mengakibatkan hemolisis.
Klasifikasi
etiologi utama yang kedua adalah pembentukan sel darah merah yang berkurang
atau terganggu (diseritropoiesis). Setiap keadaan yang mempengaruhi fungsi
sumsum tulang dimasukkan dalam kategori ini. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah:
1)
keganasan
yang tersebar seperti kanker payudara, leukimia dan multipel mieloma; obat dan
zat kimia toksik; dan penyinaran dengan radiasi dan
2)
penyakit-penyakit
menahun yang melibatkan ginjal dan hati, penyakit-penyakit infeksi dan defiensi
endokrin.
3) Kekurangan vitamin penting seperti
vitamin B12, asam folat, vitamin C dan besi dapat mengakibatkan pembentukan sel
darah merah tidak efektif sehingga menimbulkan anemia. Untuk
menegakkan diagnosis anemia harus digabungkan pertimbangan morfologis dan etiologi. 4.
a)
Anemia aplastik
Anemia
aplastik adalah suatu gangguan pada sel-sel induk disumsum tulang yang dapat
menimbulkan kematian, pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang dihasilkan
tidak memadai. Penderita mengalami pansitopenia yaitu kekurangan sel darah merah, sel darah putih dan
trombosit. Secara morfologis sel-sel darah merah terlihat normositik dan normokrom, hitung
retikulosit rendah atau hilang dan biopsi sumsum tulang menunjukkan suatu
keadaan yang disebut “pungsi kering” dengan hipoplasia yang nyata dan terjadi
pergantian dengan jaringan lemak. Langkah-langkah pengobatan terdiri dari
mengidentifikasi dan menghilangkan agen penyebab.Namun pada beberapa keadaan
tidak dapat ditemukan agen penyebabnya dan keadaan ini disebut
idiopatik.Beberapa keadaan seperti ini diduga merupakan keadaan imunologis. 4.
b)
Gejala-gejala anemia aplastik
Kompleks
gejala anemia aplastik berkaitan dengan pansitopenia. Gejala-gejala lain yang
berkaitan dengan anemia adalah defisiensi trombosit dan sel darah putih.
Defisiensi trombosit dapat
mengakibatkan:
(1)ekimosis dan ptekie (perdarahan
dalam kulit)
(2)epistaksis (perdarahan hidung)
(3)perdarahan saluran cerna
(4)perdarahan saluran kemih
(5)perdarahan susunan saraf pusat.
Defisiensi sel darah putih mengakibatkan
lebih mudahnya terkena infeksi.
Aplasia
berat disertai pengurangan atau tidak adanya retikulosit jumlah granulosit yang
kurang dari 500/mm3 dan jumlah trombosit yang kurang dari 20.000 dapat
mengakibatkan kematian dan infeksi dan/atau perdarahan
dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Namun penderita yang lebih ringan dapat hidup bertahun-
tahun.Pengobatan terutama dipusatkan pada perawatan suportif sampai terjadi
penyembuhan sumsum tulang. Karena infeksi dan perdarahan yang disebabkan oleh
defisiensi sel lain merupakan penyebab utama kematian maka penting untuk
mencegah perdarahan dan infeksi. 4.
c)
Pencegahan anemia aplastik dan
terapi yang di lakukan
Tindakan
pencegahan dapat mencakup lingkungan yang dilindungi (ruangan dengan aliran udara
yang mendatar atau tempat yang nyaman) dan higiene yang baik.Pada pendarahan
dan/atau infeksi perlu dilakukan terapi komponen darah yang bijaksana, yaitu
sel darah merah, granulosit dan trombosit dan antibiotik.Agen-agen
perangsang sumsum tulang seperti androgen diduga menimbulkan eritropoiesis,
tetapi efisiensinya tidak menentu. Penderita anemia aplastik kronik
dipertahankan pada hemoglobin (Hb) antara 8 dan 9 g dengan tranfusi darah yang
periodik.
Penderita
anemia aplastik berusia muda yang terjadi secara sekunder akibat kerusakan sel
induk memberi respon yang baik terhadap tranplantasi sumsum tulang dari donor
yang cocok (saudara kandung dengan antigen leukosit manusia [HLA] yang cocok).
Pada kasus-kasus yang dianggap terjadi
reaksi imunologis maka digunakan globulin antitimosit (ATG) yang mengandung
antibodi untuk melawan sel T manusia untuk mendapatkan remisi sebagian. Terapi
semacam ini dianjurkan untuk penderita yang agak tua atau untuk penderita yang
tidak mempunyai saudara kandung yang cocok.
d)
Anemia
defisiensi besi
Anemia
defisiensi besi secara morfologis diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik
hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintetis hemoglobin.
Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia.
Khususnya terjadi pada wanita usia subur, sekunder karena kehilangan darah sewaktu
menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama hamil.
Penyebab
lain defisiensi besi adalah:
1. (1)asupan besi
yang tidak cukup misalnya pada bayi yang diberi makan susu belaka
sampai usia antara 12-24 bulan dan pada individu tertentu yang hanya
memakan sayur- sayuran saja.
2.
gangguan absorpsi seperti setelah
gastrektomi dan
3.
kehilangan darah yang menetap seperti
pada perdarahan saluran cerna yang lambat karena polip, neoplasma, gastritis
varises esophagus, makan aspirin dan hemoroid.
4.
Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa
rata-rata mengandung 3 sampai 5 g besi, bergantung pada jenis kelamin dan besar
tubuhnya. Hampir dua pertiga besi terdapat dalam hemoglobin yang dilepas pada
proses penuaan serta kematian sel dan diangkut melalui transferin plasma ke
sumsum tulang untuk eritropoiesis. Dengan kekecualian dalam jumlah yang kecil
dalam mioglobin (otot) dan dalam enzim-enzim hem, sepertiga
5.
sisanya
disimpan dalam hati, limpa dan dalam sumsum tulang sebagai feritin dan sebagai
hemosiderin untuk kebutuhan-kebutuhan lebih lanjut.
e)
Patofisiologi anemia defisiensi besi
Walaupun dalam diet rata-rata
terdapat 10 - 20 mg besi, hanya sampai 5% - 10% (1 - 2 mg) yang sebenarnya
sampai diabsorpsi.Pada persediaan besi berkurang maka besi dari diet
tersebut diserap lebih banyak. Besi yang dimakan diubah menjadi besi fero dalam
lambung dan duodenum; penyerapan besi terjadi pada duodenum dan jejunum
proksimal. Kemudian besi diangkut oleh transferin plasma ke sumsum tulang untuk
sintesis hemoglobin atau ke tempat penyimpanan di jaringan.
f)
Tanda dan
gejala anemia pada penderita defisiensi besi
Setiap
milliliter darah mengandung 0,5 mg besi. Kehilangan besi umumnya sedikit
sekali, dari 0,5 sampai 1 mg/hari. Namun wanita yang mengalami menstruasi
kehilangan tambahan 15 sampai 28 mg/bulan. Walaupun kehilangan darah karena
menstruasi berhenti selama hamil, kebutuhan besi harian tetap meningkat, hal
ini terjadi oleh karena volume darah ibu selama hamil meningkat, pembentukan
plasenta, tali pusat dan fetus, serta mengimbangi darah yang hilang pada waktu
melahirkan.
Selain
tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh anemia, penderita defisiensi besi yang
berat (besi plasma lebih kecil dari 40 mg/ 100 ml;Hb 6 sampai 7 g/100
ml)mempunyai rambut yang rapuh dan halus serta kuku tipis, rata, mudah patah
dan sebenarnya berbentuk seperti sendok (koilonikia). Selain itu atropi papilla
lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah daging, dan
meradang dan sakit. Dapat juga timbul stomatitis angularis, pecah-pecah dengan
kemerahan dan rasa sakit di sudut-sudut mulut.
Pemeriksaan
darah menunjukkan jumlah sel darah merah normal atau hampir normal dan kadar
hemoglobin berkurang. Pada sediaan hapus darah perifer, eritrosit mikrositik
dan hipokrom disertain poikilositosis dan aniositosis. Jumlah retikulosit
mungkin normal atau berkurang. Kadar besi berkurang walaupun kapasitas
meningkat besi serum meningkat.
g)
Pengobatan
anemia pada penderita defisiensi besi
Pengobatan
defisiensi besi mengharuskan identifikasi dan menemukan penyebab dasar anemia.
Pembedahan mungkin diperlukan untuk menghambat perdarahan aktif
yang diakibatkan oleh polip,
tukak, keganasan dan hemoroid; perubahan diet mungkin diperlukan untuk bayi
yang hanya diberi makan susu atau individu dengan idiosinkrasi makanan atau
yang menggunakan aspirin dalam dosis besar. Walaupun modifikasi diet dapat menambah besi yang tersedia
(misalnya hati, masih dibutuhkan suplemen besi untuk meningkatkan hemoglobin
dan mengembalikan persediaan besi.Besi tersedia dalam bentuk parenteral dan
oral.Sebagian penderita memberi respon yang baik terhadap senyawa-senyawa oral
seperti ferosulfat.Preparat besi parenteral digunakan secara sangat selektif,
sebab harganya mahal dan mempunyai insidens besar terjadi reaksi yang
merugikan.
h)
Anemia megaloblastik
Anemia megaloblastik
diklasifikasikan menurut morfologinya sebagai anemia makrositik normokrom.
i)
. Sebab-sebab atau gejala anemia megaloblastik
Anemia megaloblastik sering
disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asam folat yang mengakibatkan
sintesis DNA terganggu. Defisiensi ini mungkin sekunder karena malnutrisi,
malabsorpsi, kekurangan faktor intrinsik
(seperti terlihat pada anemia pernisiosa dan postgastrekomi) infestasi
parasit, penyakit usus dan keganasan, serta agen kemoterapeutik. Individu
dengan infeksi cacing pita (dengan Diphyllobothrium
latum) akibat makan ikan segar yang terinfeksi, cacing pita berkompetisi
dengan hospes dalam mendapatkan vitamin B12 dari makanan, yang mengakibatkan
anemia megaloblastik (Beck, 1983).
Walaupun anemia pernisiosa merupakan
prototip dari anemia megaloblastik defisiensi folat lebih sering ditemukan
dalam praktek klinik.Anemia megaloblastik sering kali terlihat pada orang tua
dengan malnutrisi, pecandu alkoholatau pada remaja dan pada kehamilan dimana
terjadi peningkatan kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan fetus dan
laktasi.Kebutuhan ini juga meningkat pada anemia hemolitik, keganasan dan
hipertiroidisme.Penyakit celiac dan sariawan tropik juga menyebabkan
malabsorpsi dan penggunaan obat-obat yang bekerja sebagai antagonis asam folat
juga mempengaruhi.
j)
Pencegahan anemia pada penderita
anemia megaloblastik
Kebutuhan minimal folat setiap hari
kira-kira 50 mg mudah diperoleh dari diet rata-rata. Sumber yang paling
melimpah adalah daging merah (misalnya hati dan ginjal) dan sayuran berdaun
hijau yang segar. Tetapi cara menyiapkan makanan yang benar
juga
diperlukan untuk menjamin jumlah gizi yang adekuat. Misalnya 50% sampai 90% folat
dapat hilang pada cara memasak yang memakai banyak air. Folat diabsorpsi
dari
duodenum dan jejunum bagian atas, terikat pada protein plasma secara lemah dan
disimpan dalam hati. Tanpa adanya asupan
folat persediaan folat biasanya akan habis
kira-kira dalam waktu 4 bulan. Selain gejala-gejala
anemia yang sudah dijelaskan penderita anemia megaloblastik sekunder karena
defisiensi folat dapat tampak seperti malnutrisi dan mengalami glositis berat
(radang lidah disertai rasa sakit), diare dan kehilangan nafsu makan. Kadar
folat serum juga menurun (<4 mg/ml).
Pengobatan
anemia pada penderita anemia megaloblastik.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya pengobatan
bergantung pada identifikasi dan menghilangkan penyebab dasarnya. Tindakan ini
adalah memperbaiki defisiensi diet dan terapi pengganti dengan asam folat atau
dengan vitamin B12. penderita kecanduan alkohol yang dirawat di rumah sakit
sering memberi respon “spontan” bila di berikan diet seimbang. 2.
BAB
III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pada pembahasan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 100 ml darah.
Etiologi anemia Karena
cacat sel darah merah (SDM).Karena kekurangan zat gizi,Karena perdarahan,Karena
otoimun
Patofisiologi anemia /Timbulnya anemia mencerminkan adanya
kegagalan sumsum atau kehilangasel darah merah secara berlebihan atau
keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi,
pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak
diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis
(destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai
dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.¤
.http://www.pediatrik.com
http://id.wikipedia.org/wiki/Anemia¤
http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/cybermed/detail¤
http://id.wikipedia.org/wiki/Anemia¤
http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/cybermed/detail¤
Sadikin Muhamad,
2002, Biokimia Darah, widia medika, jakartad
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Apa anemia itu? Anemia adalah
keadaan dimana kadar sel-sel darah merah dan hemoglobin dalam darah kurang dari
normal. Hemoglobin terdapat dalam sel-sel darah merah dan merupakan pigmen
pemberi warna merah sekaligus pembawa oksigen dari paru-paru ke seluruh sel-sel
tubuh. Oksigen ini akan digunakan untuk membakar gula dan lemak menjadi energy.
Hal ini dapat menjelaskan mengapa kurang darah dapat menyebabkanng gejala lemah
dan lesu yang tidak biasa.Paru-paru dan jantung juga terpaksa kerja keras untuk
mendapatkan oksigen dari darah yang menyebabkan nafas terasa pendek.
Walaupun gejalanya tidak terlihat
atau samar-samar dalam jangka waktu lama.Kondisi ini tetap dapat membahayakan
jiwa jika dibiarkan dan tidak diobati.Jika anda mengalami gejala lemah lesu
berkepanjangan, sebaiknya segera periksakan diri ke dokter untuk mengetahui
penyebabny. Anemia biasanya terdeteksi atau sedikitnya dapat dipastikan setelah
pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar sel darah merah , hemotokrit dan
hemoglobin. Pengobatan bisa bervariasi tergantung pada diagnosisnya.
Sel-sel darah baru dibuat setiap
hari dalam sumsum tulang belakang.Zat gizi yan diperlukan untuk pembuatan
sel-sel ini adalah besi, protein dan vitamin terutama asam folat dan B12.Dari
semua ini, besi dan protein yang paling penting dalam pembentukan hemoglobin.
Setiap orang harus memiliki sekitar 15 gram hemoglobin per 100 ml darah dan
jumlah darah sekitar lima juta sel darah merah per millimeter darah.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Pengertian Anemia
Anemia
adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 100 ml
darah.(Ngastiyah, 1997).
Secara fisiologis, anemia terjadi
apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke
jaringan sehingga tubuh akan mengalami hipoksia. Anemia bukan suatu penyakit
atau diagnosis melainkan merupakan pencerminan ke dalam suatu penyakit atau
dasar perubahan patofisilogis yang diuraikan oleh anamnese dan pemeriksaan
fisik yang teliti serta didukung oleh pemeriksaan laboratorium.
B. Manifestasi klinik
Pada anemia, karena semua sistem organ
dapat terlibat, maka dapat menimbulkan manifestasi klinik yang luas.
Manifestasi ini bergantung pada:
(1) kecepatan timbulnya anemia
(2) umur individu
(3) mekanisme kompensasinya
(4) tingkat aktivitasnya
(5) keadaan penyakit yang mendasari,
dan
(6) parahnya anemia tersebut.
Karena
jumlah efektif sel darah merah berkurang, maka
lebih sedikit O2 yang dikirimkan ke jaringan. Kehilangan darah yang
mendadak (30% atau lebih), seperti pada perdarahan, menimbulkan simtomatoogi
sekunder hipovolemia dan hipoksemia. Namun pengurangan hebat massa sel darah
merah dalam waktu beberapa bulan (walaupun pengurangannya 50%) memungkinkan
mekanisme kompensasi tubuh untuk menyesuaikan diri, dan biasanya penderita
asimtomatik, kecuali pada kerja jasmani berat.
Mekanisme kompensasi bekerja melalui:
(1) peningkatan curah jantung dan pernafasan, karena itu
menambah pengiriman O2
ke jaringan-jaringan oleh sel darah
merah
(2) meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin
(3) mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari
sela-sela jaringan, dan
(4)
redistribusi aliran darah ke organ-organ vital (deGruchy, 1978 ). 4.
C.
Etiologi
1.
Karena cacat sel darah merah (SDM)
Sel
darah merah mempunyai komponen penyusun yang banyak sekali. Tiap-tiap komponen
ini bila mengalami cacat atau kelainan, akan menimbulkan masalah bagi SDM
sendiri, sehingga sel ini tidak berfungsi sebagai mana mestinya dan dengan
cepat mengalami penuaan dan segera dihancurkan. Pada umumnya cacat yang dialami
SDM menyangkut senyawa-senyawa protein yang menyusunnya. Oleh karena kelainan
ini menyangkut protein, sedangkan sintesis protein dikendalikan oleh gen di
DNA.
2.
Karena kekurangan zat gizi
Anemia
jenis ini merupakan salah satu anemia yang disebabkan oleh faktor
luar tubuh, yaitu kekurangan salah satu zat gizi. Anemia
karena kelainan dalam SDM disebabkan
oleh faktor konstitutif yang menyusun sel tersebut. Anemia jenis ini tidak
dapat diobati, yang dapat dilakukan adalah hanya memperpanjang usia SDM
sehingga mendekati umur yang seharusnya, mengurangi beratnya gejala atau bahkan
hanya mengurangi penyulit yang terjadi.
3.
Karena perdarahan
Kehilangan
darah dalam jumlah besar tentu saja akan menyebabkan kurangnya jumlah SDM dalam
darah, sehingga terjadi anemia. Anemia karena perdarahan besar dan dalam waktu singkat ini secara nisbi
jarang terjadi. Keadaan ini biasanya terjadi karena kecelakaan dan bahaya yang
diakibatkannya langsung disadari. Akibatnya, segala usaha akan dilakukan untuk
mencegah perdarahan dan kalau mungkin mengembalikan jumlah darah ke keadaan
semula, misalnya dengan tranfusi.
4. Karena
otoimun
Dalam
keadaan tertentu, sistem imun tubuh dapat mengenali dan menghancurkan
bagian-bagian tubuh yang biasanya tidak dihancurkan. Keadaan ini sebanarnya
tidak seharusnya terjadi dalam jumlah besar. Bila hal tersebut terjadi terhadap
SDM, umur SDM akan memendek karena dengan cepat dihancurkan oleh sistem imun.
1.
D. Diagnosis
(gejala atau tanda-tanda)
Tanda-tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah:
1. kelelahan, lemah, pucat, dan kurang bergairah
2.
sakit kepala, dan mudah marah
3.
tidak mampu berkonsentrasi, dan rentan terhadap infeksi
4.
pada anemia yang kronis menunjukkan bentuk kuku seperti sendok dan rapuh,
pecah-pecah pada sudut mulut, lidah lunak dan sulit menelan.
Karena faktor-faktor seperti
pigmentasi kulit, suhu dan kedalaman serta distribusi kapiler mempengaruhi
warna kulit, maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat
diandalkan.Warna kuku, telapak tangan, dan membran mukosa mulut serta
konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.
Takikardia dan
bising jantung (suara yang disebabkan oleh kecepatan aliran darah yang
meningkat) menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat.Angina (sakit
dada), khususnya pada penderita yang tua dengan stenosis koroner, dapat
diakibatkan karena iskemia miokardium. Pada anemia berat, dapat menimbulkan
payah jantung kongesif sebab otot jantung yang kekurangan oksigen tidak dapat
menyesuaikan diri dengan beban kerja jantung yang meningkat. Dispnea (kesulitan
bernafas), nafas pendek, dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani
merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman O2. Sakit kepala, pusing,
kelemahan dan tinnitus (telinga berdengung) dapat menggambarkan berkurangnya
oksigenasi pada susunan saraf pusat. Pada anemia yang berat dapat juga timbul
gejala saluran cerna yang umumnya berhubungan dengan keadaan defisiensi.
Gejala-gejala ini adalah anoreksia, nausea, konstipasi atau diare dan
stomatitis (sariawan lidah dan mulut).
E.
PATOFISIOLOGI
Timbulnya anemia mencerminkan adanya
kegagalan sumsum atau kehilangasel darah merah secara berlebihan atau
keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi,
pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak
diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis
(destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai
dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi)
terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system retikuloendotelial,
terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin
yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah
merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma
(konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik
pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami
penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemolitik) maka hemoglobin akan
muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya
melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas)
untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan
kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu
anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel darah merah atau produksi
sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar:1.
hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah
merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat
dalam biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
Anemia
↓
viskositas
darah menurun
↓
resistensi
aliran darah perifer
↓
penurunan
transport O2 ke jaringan
↓
hipoksia,
pucat, lemah
↓
beban
jantung meningkat
↓
kerja
jantung meningkat
↓
payah
jantung
F. Klasifikasi anemia
Pada
klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro menunjukkan ukuran sel
darah merah sedangkan kromik menunjukkan warnanya. Sudah dikenal tiga
klasifikasi besar.
Yang pertama adalah anemia normositik normokrom. Dimana
ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam
jumlah yang normal tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemia jenis ini
adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi,
gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum, dan penyakit-penyakit
infiltratif metastatik pada sumsum tulang.
Kategori
besar yang kedua adalah anemia makrositik normokrom. Makrositik berarti ukuran
sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena konsentrasi
hemoglobinnya normal. Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya
sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau
asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab agen-agen yang
digunakan mengganggu metabolisme sel.
Kategori
anemia ke tiga adalah anemia mikrositik hipokrom. Mikrositik berarti kecil,
hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal.
Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada
anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan
darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada
talasemia (penyakit hemoglobin abnormal kongenital).
Anemia dapat juga diklasifikasikan menurut etiologinya. Penyebab utama yang
dipikirkan adalah
(1) meningkatnya kehilangan sel darah merah
dan
(2) penurunan atau gangguan pembentukan sel.
Meningkatnya kehilangan sel darah merah dapat
disebabkan oleh perdarahan atau oleh penghancuran sel. Perdarahan dapat
disebabkan oleh trauma atau tukak, atau akibat pardarahan kronik karena polip
pada kolon, penyakit-penyakit keganasan, hemoriod atau menstruasi. Penghancuran
sel darah merah dalam sirkulasi, dikenal dengan nama hemolisis, terjadi bila
gangguan pada sel darah merah itu sendiri yang memperpendek
hidupnya atau karena perubahan lingkungan yang
mengakibatkan penghancuran sel darah merah. Keadaan dimana sel darah merah itu
sendiri terganggu adalah:
1. hemoglobinopati, yaitu hemoglobin abnormal yang
diturunkan, misal nya anemia sel sabit
2.
gangguan sintetis globin misalnya talasemia
3.
gangguan membran sel darah merah misalnya sferositosis herediter
4.defisiensi
enzim misalnya defisiensi G6PD (glukosa 6-fosfat dehidrogenase).
Yang disebut diatas adalah gangguan
herediter. Namun, hemolisis dapat juga disebabkan oleh gangguan lingkungan sel
darah merah yang seringkali memerlukan respon imun. Respon isoimun mengenai
berbagai individu dalam spesies yang sama dan diakibatkan oleh tranfusi darah
yang tidak cocok. Respon otoimun
terdiri dari pembentukan antibodi terhadap sel-sel darah merah itu sendiri.
Keadaan yang di namakan anemia hemolitik otoimun dapat timbul tanpa sebab yang
diketahui setelah pemberian suatu obat tertentu seperti alfa-metildopa, kinin,
sulfonamida, L-dopa atau pada penyakit-penyakit seperti limfoma, leukemia
limfositik kronik, lupus eritematosus, artritis reumatorid dan infeksi virus. Anemia hemolitik otoimun selanjutnya
diklasifikasikan menurut suhu dimana antibodi bereaksi dengan sel-sel darah
merah –antibodi tipe panas atau antibodi tipe dingin.
Malaria adalah
penyakit parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk anopheles
betina yang terinfeksi. Penyakit ini akan menimbulkan anemia hemolitik berat
ketika sel darah merah diinfestasi oleh parasit plasmodium, pada keadaan ini
terjadi kerusakan pada sel darah merah, dimana permukaan sel darah merah tidak
teratur. Sel darah merah yang terkena akan segera dikeluarkan dari
peredaran darah oleh limpa(Beutler, 1983)
Hipersplenisme
(pembesaran limpa, pansitopenia, dan sumsum tulang hiperselular atau normal)
dapat juga menyebabkan hemolisis akibat penjeratan dan penghancuran sel darah
merah. Luka bakar yang berat khususnya jika kapiler pecah dapat juga
mengakibatkan hemolisis.
Klasifikasi
etiologi utama yang kedua adalah pembentukan sel darah merah yang berkurang
atau terganggu (diseritropoiesis). Setiap keadaan yang mempengaruhi fungsi
sumsum tulang dimasukkan dalam kategori ini. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah:
1)
keganasan
yang tersebar seperti kanker payudara, leukimia dan multipel mieloma; obat dan
zat kimia toksik; dan penyinaran dengan radiasi dan
2)
penyakit-penyakit
menahun yang melibatkan ginjal dan hati, penyakit-penyakit infeksi dan defiensi
endokrin.
3) Kekurangan vitamin penting seperti
vitamin B12, asam folat, vitamin C dan besi dapat mengakibatkan pembentukan sel
darah merah tidak efektif sehingga menimbulkan anemia. Untuk
menegakkan diagnosis anemia harus digabungkan pertimbangan morfologis dan etiologi. 4.
a)
Anemia aplastik
Anemia
aplastik adalah suatu gangguan pada sel-sel induk disumsum tulang yang dapat
menimbulkan kematian, pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang dihasilkan
tidak memadai. Penderita mengalami pansitopenia yaitu kekurangan sel darah merah, sel darah putih dan
trombosit. Secara morfologis sel-sel darah merah terlihat normositik dan normokrom, hitung
retikulosit rendah atau hilang dan biopsi sumsum tulang menunjukkan suatu
keadaan yang disebut “pungsi kering” dengan hipoplasia yang nyata dan terjadi
pergantian dengan jaringan lemak. Langkah-langkah pengobatan terdiri dari
mengidentifikasi dan menghilangkan agen penyebab.Namun pada beberapa keadaan
tidak dapat ditemukan agen penyebabnya dan keadaan ini disebut
idiopatik.Beberapa keadaan seperti ini diduga merupakan keadaan imunologis. 4.
b)
Gejala-gejala anemia aplastik
Kompleks
gejala anemia aplastik berkaitan dengan pansitopenia. Gejala-gejala lain yang
berkaitan dengan anemia adalah defisiensi trombosit dan sel darah putih.
Defisiensi trombosit dapat
mengakibatkan:
(1)ekimosis dan ptekie (perdarahan
dalam kulit)
(2)epistaksis (perdarahan hidung)
(3)perdarahan saluran cerna
(4)perdarahan saluran kemih
(5)perdarahan susunan saraf pusat.
Defisiensi sel darah putih mengakibatkan
lebih mudahnya terkena infeksi.
Aplasia
berat disertai pengurangan atau tidak adanya retikulosit jumlah granulosit yang
kurang dari 500/mm3 dan jumlah trombosit yang kurang dari 20.000 dapat
mengakibatkan kematian dan infeksi dan/atau perdarahan
dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Namun penderita yang lebih ringan dapat hidup bertahun-
tahun.Pengobatan terutama dipusatkan pada perawatan suportif sampai terjadi
penyembuhan sumsum tulang. Karena infeksi dan perdarahan yang disebabkan oleh
defisiensi sel lain merupakan penyebab utama kematian maka penting untuk
mencegah perdarahan dan infeksi. 4.
c)
Pencegahan anemia aplastik dan
terapi yang di lakukan
Tindakan
pencegahan dapat mencakup lingkungan yang dilindungi (ruangan dengan aliran udara
yang mendatar atau tempat yang nyaman) dan higiene yang baik.Pada pendarahan
dan/atau infeksi perlu dilakukan terapi komponen darah yang bijaksana, yaitu
sel darah merah, granulosit dan trombosit dan antibiotik.Agen-agen
perangsang sumsum tulang seperti androgen diduga menimbulkan eritropoiesis,
tetapi efisiensinya tidak menentu. Penderita anemia aplastik kronik
dipertahankan pada hemoglobin (Hb) antara 8 dan 9 g dengan tranfusi darah yang
periodik.
Penderita
anemia aplastik berusia muda yang terjadi secara sekunder akibat kerusakan sel
induk memberi respon yang baik terhadap tranplantasi sumsum tulang dari donor
yang cocok (saudara kandung dengan antigen leukosit manusia [HLA] yang cocok).
Pada kasus-kasus yang dianggap terjadi
reaksi imunologis maka digunakan globulin antitimosit (ATG) yang mengandung
antibodi untuk melawan sel T manusia untuk mendapatkan remisi sebagian. Terapi
semacam ini dianjurkan untuk penderita yang agak tua atau untuk penderita yang
tidak mempunyai saudara kandung yang cocok.
d)
Anemia
defisiensi besi
Anemia
defisiensi besi secara morfologis diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik
hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintetis hemoglobin.
Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia.
Khususnya terjadi pada wanita usia subur, sekunder karena kehilangan darah sewaktu
menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama hamil.
Penyebab
lain defisiensi besi adalah:
1. (1)asupan besi
yang tidak cukup misalnya pada bayi yang diberi makan susu belaka
sampai usia antara 12-24 bulan dan pada individu tertentu yang hanya
memakan sayur- sayuran saja.
2.
gangguan absorpsi seperti setelah
gastrektomi dan
3.
kehilangan darah yang menetap seperti
pada perdarahan saluran cerna yang lambat karena polip, neoplasma, gastritis
varises esophagus, makan aspirin dan hemoroid.
4.
Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa
rata-rata mengandung 3 sampai 5 g besi, bergantung pada jenis kelamin dan besar
tubuhnya. Hampir dua pertiga besi terdapat dalam hemoglobin yang dilepas pada
proses penuaan serta kematian sel dan diangkut melalui transferin plasma ke
sumsum tulang untuk eritropoiesis. Dengan kekecualian dalam jumlah yang kecil
dalam mioglobin (otot) dan dalam enzim-enzim hem, sepertiga
5.
sisanya
disimpan dalam hati, limpa dan dalam sumsum tulang sebagai feritin dan sebagai
hemosiderin untuk kebutuhan-kebutuhan lebih lanjut.
e)
Patofisiologi anemia defisiensi besi
Walaupun dalam diet rata-rata
terdapat 10 - 20 mg besi, hanya sampai 5% - 10% (1 - 2 mg) yang sebenarnya
sampai diabsorpsi.Pada persediaan besi berkurang maka besi dari diet
tersebut diserap lebih banyak. Besi yang dimakan diubah menjadi besi fero dalam
lambung dan duodenum; penyerapan besi terjadi pada duodenum dan jejunum
proksimal. Kemudian besi diangkut oleh transferin plasma ke sumsum tulang untuk
sintesis hemoglobin atau ke tempat penyimpanan di jaringan.
f)
Tanda dan
gejala anemia pada penderita defisiensi besi
Setiap
milliliter darah mengandung 0,5 mg besi. Kehilangan besi umumnya sedikit
sekali, dari 0,5 sampai 1 mg/hari. Namun wanita yang mengalami menstruasi
kehilangan tambahan 15 sampai 28 mg/bulan. Walaupun kehilangan darah karena
menstruasi berhenti selama hamil, kebutuhan besi harian tetap meningkat, hal
ini terjadi oleh karena volume darah ibu selama hamil meningkat, pembentukan
plasenta, tali pusat dan fetus, serta mengimbangi darah yang hilang pada waktu
melahirkan.
Selain
tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh anemia, penderita defisiensi besi yang
berat (besi plasma lebih kecil dari 40 mg/ 100 ml;Hb 6 sampai 7 g/100
ml)mempunyai rambut yang rapuh dan halus serta kuku tipis, rata, mudah patah
dan sebenarnya berbentuk seperti sendok (koilonikia). Selain itu atropi papilla
lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah daging, dan
meradang dan sakit. Dapat juga timbul stomatitis angularis, pecah-pecah dengan
kemerahan dan rasa sakit di sudut-sudut mulut.
Pemeriksaan
darah menunjukkan jumlah sel darah merah normal atau hampir normal dan kadar
hemoglobin berkurang. Pada sediaan hapus darah perifer, eritrosit mikrositik
dan hipokrom disertain poikilositosis dan aniositosis. Jumlah retikulosit
mungkin normal atau berkurang. Kadar besi berkurang walaupun kapasitas
meningkat besi serum meningkat.
g)
Pengobatan
anemia pada penderita defisiensi besi
Pengobatan
defisiensi besi mengharuskan identifikasi dan menemukan penyebab dasar anemia.
Pembedahan mungkin diperlukan untuk menghambat perdarahan aktif
yang diakibatkan oleh polip,
tukak, keganasan dan hemoroid; perubahan diet mungkin diperlukan untuk bayi
yang hanya diberi makan susu atau individu dengan idiosinkrasi makanan atau
yang menggunakan aspirin dalam dosis besar. Walaupun modifikasi diet dapat menambah besi yang tersedia
(misalnya hati, masih dibutuhkan suplemen besi untuk meningkatkan hemoglobin
dan mengembalikan persediaan besi.Besi tersedia dalam bentuk parenteral dan
oral.Sebagian penderita memberi respon yang baik terhadap senyawa-senyawa oral
seperti ferosulfat.Preparat besi parenteral digunakan secara sangat selektif,
sebab harganya mahal dan mempunyai insidens besar terjadi reaksi yang
merugikan.
h)
Anemia megaloblastik
Anemia megaloblastik
diklasifikasikan menurut morfologinya sebagai anemia makrositik normokrom.
i)
. Sebab-sebab atau gejala anemia megaloblastik
Anemia megaloblastik sering
disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asam folat yang mengakibatkan
sintesis DNA terganggu. Defisiensi ini mungkin sekunder karena malnutrisi,
malabsorpsi, kekurangan faktor intrinsik
(seperti terlihat pada anemia pernisiosa dan postgastrekomi) infestasi
parasit, penyakit usus dan keganasan, serta agen kemoterapeutik. Individu
dengan infeksi cacing pita (dengan Diphyllobothrium
latum) akibat makan ikan segar yang terinfeksi, cacing pita berkompetisi
dengan hospes dalam mendapatkan vitamin B12 dari makanan, yang mengakibatkan
anemia megaloblastik (Beck, 1983).
Walaupun anemia pernisiosa merupakan
prototip dari anemia megaloblastik defisiensi folat lebih sering ditemukan
dalam praktek klinik.Anemia megaloblastik sering kali terlihat pada orang tua
dengan malnutrisi, pecandu alkoholatau pada remaja dan pada kehamilan dimana
terjadi peningkatan kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan fetus dan
laktasi.Kebutuhan ini juga meningkat pada anemia hemolitik, keganasan dan
hipertiroidisme.Penyakit celiac dan sariawan tropik juga menyebabkan
malabsorpsi dan penggunaan obat-obat yang bekerja sebagai antagonis asam folat
juga mempengaruhi.
j)
Pencegahan anemia pada penderita
anemia megaloblastik
Kebutuhan minimal folat setiap hari
kira-kira 50 mg mudah diperoleh dari diet rata-rata. Sumber yang paling
melimpah adalah daging merah (misalnya hati dan ginjal) dan sayuran berdaun
hijau yang segar. Tetapi cara menyiapkan makanan yang benar
juga
diperlukan untuk menjamin jumlah gizi yang adekuat. Misalnya 50% sampai 90% folat
dapat hilang pada cara memasak yang memakai banyak air. Folat diabsorpsi
dari
duodenum dan jejunum bagian atas, terikat pada protein plasma secara lemah dan
disimpan dalam hati. Tanpa adanya asupan
folat persediaan folat biasanya akan habis
kira-kira dalam waktu 4 bulan. Selain gejala-gejala
anemia yang sudah dijelaskan penderita anemia megaloblastik sekunder karena
defisiensi folat dapat tampak seperti malnutrisi dan mengalami glositis berat
(radang lidah disertai rasa sakit), diare dan kehilangan nafsu makan. Kadar
folat serum juga menurun (<4 mg/ml).
Pengobatan
anemia pada penderita anemia megaloblastik.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya pengobatan
bergantung pada identifikasi dan menghilangkan penyebab dasarnya. Tindakan ini
adalah memperbaiki defisiensi diet dan terapi pengganti dengan asam folat atau
dengan vitamin B12. penderita kecanduan alkohol yang dirawat di rumah sakit
sering memberi respon “spontan” bila di berikan diet seimbang. 2.
BAB
III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pada pembahasan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 100 ml darah.
Etiologi anemia Karena
cacat sel darah merah (SDM).Karena kekurangan zat gizi,Karena perdarahan,Karena
otoimun
Patofisiologi anemia /Timbulnya anemia mencerminkan adanya
kegagalan sumsum atau kehilangasel darah merah secara berlebihan atau
keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi,
pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak
diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis
(destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai
dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.¤
.http://www.pediatrik.com
http://id.wikipedia.org/wiki/Anemia¤
http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/cybermed/detail¤
http://id.wikipedia.org/wiki/Anemia¤
http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/cybermed/detail¤
Sadikin Muhamad,
2002, Biokimia Darah, widia medika, jakartad
No comments:
Post a Comment