Wednesday, December 19, 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Herpes Simpleks Virus (veneral disease) termasuk dalam penyakit kelamin yang sudah lama di kenal. Infeksi virus Herpes simplex genitalis tercatat meningkat terus sejak pertengahan 1960 sampai awal era epidemik AIDS. Laporan tahunan di AS meningkat pada tahun 1966 tercatat 300.000 menjadi lebih dari 450.000 kasus pada tahun 1985, kemudian menurun sedikit pada tahun 1987. Demikian juga penemuan kasus baru tahun 1966 sebesar 18.000 meningkat 8,8 kali lipat menjadi 157.000 pada tahun 1984, kemudian menurun mulai tahun 1987. 1.3. Rumusan Masalah 1. Apa definisi, gejala klinis, etiologi, patogenesis, epidomiologi dari penyakit Herpes Simpleks? 2. Bagaimana penatalaksanaan bagi pasien penderita Herpes Simpleks? 3. Bagaimana penyebaran penyakit Herpes Simpleks baik dari aspek medis maupun dari aspek sosial budaya? 4. Apa saja dampak bagi pasien yang menderita penyakit Herpes Simpleks terutama pada kehamilan? 5. Bagaimana perasaan pasien dari aspek psikologis? 6. Apa saja peran perawat dalam menangani pasien yang terserang herpes Simpleks? 7. Bagaimana solusi dari permasalahan yang ditimbulkan oleh penyakit herpes simpleks? 1.2. Tujuan 1. Untuk megetahui bagaimana penyebaran penyakit kelamin yaitu Herpes Simpleks yang dilihat baik dari aspek medis maupun dari aspek sosial budaya. Juga untuk mengetahui peran perawat kepada pasien dan mencari solusi untuk mengurangi penyebarannya. 2. Untuk memenuhi tugas kelompok. BAB II PEMBAHASAN 2.1. Herpes Simpleks 2.1.1. Definisi Herpes genitalis adalah infeksi pada genital yang disebabkan oleh Herpes Simplex Virus (HSV) dengan gejala khas berupa vesikel yang berkelompok dengan dasar eritema pada daerah mukotan, sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens. SINONIM Fever blister, ciold store, herpes febrilis, herpes labialis, herpes progenitalis (genitalis) 2.1.2. Epidemiologi Penyakit ini menyebar kosmopolit dan menyerang baik pria maupin wanita dengan frekuensi yang tidak berbeda. Infeksi primer oleh herpes simpleks virus (HSV) tipe I biasanya dimulai pada usia anak-anak, sedangkan infeksi HSV tipe II biasanya terjadi pada dekade II atau III, dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual. 2.1.3. Etiologi Herpes genitalis disebabkan oleh Herpes Simplex Virus (HSV) ATAU Herpes Virus Hominis (HVH), UNNA (1883) yang pertama kali mengetahui bahwa penyakit ini dapat ditularkan melalui hubungan seksual, sedangkan SHARLITT pada tahun 1940 membedakan antara HSV tipe 1 (HSV-1) dan HSV tipe 2 (HSV-2). Sebagian besar penyebabnya adalah HSV-2, tetapi walaupun demikian dapat juga disebabkan oleh HSV-1 (± 16,1%) akibat hubungan kelamin secara urogenital atau penularan melalui tangan. Secara serologik, biologik dan sifat fisikokimia HSV-1 dan HSV-2 sukar dibedakan. Dari penelitian seroepidemiologik didapat bahwa antibodi HSV-1 sudah terdapat pada anak-anak sekitar umur 5 tahun, meningkat 70% pada usia remaja dan 97% pada orang tua. Penelitian seroepidemiologik terhadap antibodi HSV-2 sulit untuk dinilai berhubung adanya reaksi silang antara respons imun humoral HSV-1 dan HSV-2. Dari data yang dikumplkan di WHO dapat diambil kesimpulan bahwa antibodi terhadap HSV-2 rata-rata baru terbentuk setelah melakukan aktivitas seksual. Pada kelompok remaja didapatkan kurang dari 30%, pada kelompok wanita di atas umur 40 tahun naik sampai 60%, dan pada pekerja seks wanita (PSW) ternyata antibodi HSV-2 10 kali lebih tinggi daripada orang normal. 2.1.4. Patogenesis Bila seseorang terpajan HSV, maka infeksi dapat berbentuk episode 1 infeksi primer (inisial), episode 1 non infeksi primer, infeksi rekurens, asimtomatik atau tidak terjadi infeksi sama sekali. Pada episode 1 infeksi primer, virus yang berasal dari ,luar masuk ke dalam tubuh Hospes. Kemudian terjadi penggabungan dengan DNA hospes di dalam tubuh hospes tersebut dan mengadakan multiplikasi/replikasi serta menimbulkan kelainan pada kulit. Pada waktu itu hospes sendiri belum ada antibodi spesifik, ini bisa mengakibatkan timbulnya lesi pada daerah yang luas dengan gejala konstitusi berat. Selanjutnya virus menjalar melalui serabut saraf sensorik ke ganglion saraf regional (ganglion sakralis) dan berdian di sana serta bersifat laten. Pada episode I non infeksi primer, infeksi sudah lama berlangsung tetapi belum menimbulkan gejala klinis, tubuh sudah membentuk zat anti sehingga pada waktu terjadinya episode I ini kelainan yang timbul tidak seberat episode I dengan infeksi primer. Bila pada suatu waktu ada faktor pencetus (trigger factor) , virus akan mengalami reaktivasi dan multiplikasi kembali sehingga terjadilah infeksi rekurens. Pada saat ini di dalam tubuh hospes sudah ada antibodi spesifik sehingga kelainan yang timbul dan gejala konstitusinya tidak seberat pada waktu infeksi primer. Tringger factor tersebut antara lain adalah trauma, koitus yang berlebihan, demam, gangguan pencernaan, stress, emosi, kelelahan, makanan yang merangsang, alkohol, obat-obatan (immunosupresif, kortkosteroid), dan pada beberapa kasus sukar dketahui dengan jelas penyebabnya. Ada beberapa pendapat mengenai terjadinya infeksi rekurens: 1. Reaksi pencetus akan mengakibatkan reaktivasi virus dalam ganglion dan virus akan turun melalui akson saraf perifer ke sel epitel kulit yang dipersarafinya dan akan mengalami replikasi dan multiplikasi serta menimbulkan lesi. 2. Virus secara terus menerus dilepaskan ke sel epitel dan adanya faktor pensetus ini menyebabkan kelemahan setempat dan menimbulkan lesi rekurens. 2.1.5. Gejala klinis Manifestasi klinik dapat dipengaruhi oleh faktor herpes pajanan HSV sebelumnya. Episode tedahulu dan tipe virus. Masa inkubasi umumnya berkisar antara 3-7 hari, tetapi dapat lebih lama. Gejala yang timbul dapat bersifat berat, tetapi bisa juga asimtomatik terutama bila lesi ditemukan pada daerah serviks. Pada penelitian retrospektif 50-70% infeksi HSV-2 adalah asimtomatik. Infeksi HSV ini berlangsung dalam 3 tingkat : 1. Infeksi primer Tempat prediksi HSV tipe I di daerah pinggang ke atas terutama di daerah mulut dan hidung, biasanya dimulai pada usia anak-anak. Inokulasi dapat terjadi secara kebetulan, misalnya kontak kulit pada perawat, dokter gigi atau pada orang yang sering menggigit jari (herpetic Whitlow). Virus ini juga sebagai penyebab herpes ensefalitis. Infeksi primer oleh HSV tipe II mempunyai tempat prediksi di daerah pinggang ke bawah, terutama di daerah genital, juga dapat menyebabkan herpes meningitis dan infeksi neonatus. Pada infeksi inisial gejalanya lebih berat dan berlangsung lebih lama dan berat kira-kira 3 minggu. Biasanya di dahului rasa terbakar dan gatal di daerah lesi yang terjadi beberapa jam sebelum timbulnya lesi. Setelah lesi timbul dapat diserta gejala konstitusi seperti malaise, demam dan nyeri otot. Lesi pada kulit berbentuk vesikel yang berkelompok dengan dasar eriterm. Vesikel ini mudah pecah dan menimbulkan erosi multiple. Tanpa infeksi sekunder, penyembuhan terjadi dalam waktu lima sampai tujuh hari dan tidak terjadi jaringan parut, tetapi bila ada, penyembuhan memerlukan waktu lebih lama dan meninggalkan jaringan parut. Klenjar limfe regional dapat membesar dan nyeri pada perabaan. Infeksi di saerah serviks, dapat menimbulkan beberapa perubahan termasuk peradangan difus, ulkus multiple sampai terjadinya ulkus yang besar dan nekrotik. Tetapi dapat juga tanpa gejala klinis. Pada saat pertama kali timbul, penyembuhan memerlukan waktu yang cukup lama, dapat dua sampai empat minggu, sedangkan pada serangan berikutnya penyembuhan akan lebih cepat. Disamping itu pada infeksi pertama dapat terjadi disuria bila lesi terdapat di daerah uretra dan periuretra, sehingga dapat menimbulkan mielitis dan radikulitis. 1. Infeksi Laten Fase ini berarti penderita tidak ditemukan gejala klinis, tetapi HSV dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif dalam ganglion dorsalis. 2. Infeksi Rekurens Infeksi ini berarti HSV pada ganglion dorsalis yang dalam keadaan tidak aktif, dengan mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai kilit sehingga menimbulkan gejala klinis. Mekanisme pacu itu dapat berupa trauma fisik (demam, infeksi, kurang tidur, hubungan seksual dan sebagainya), trauma psikis (gangguan emosional, menstruasi), dan dapat pula timbul akibat jenis makanan dan minuman yang merangsang. Infeksi rekurens ini dapat timbul pada tempat yang sama (loco) atau tempat lain/tempat li sekitarnya (non loco). Infeksi rekures dapat terjadi dengan cepat/lambat, sedangkan gejala yang timbul biasanya lebih ringan kira-kira 7-10 hari, karena telah ada antibodi spesifik dan penyembuhan juga akan lebih cepat. Sebagaimana telah disebutkan di atas, infeksi inisial dan rekurensi selain disertai gejala klinis bisa tanpa gejala. Hal ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya antibodi terhadap HSV-2 pada orang yang tidak ada riwayat penyakit herpes genitalis sebelumnya. Adanya antibodi terhadap HSV-1 menyebabkan infeksi HSV-1 lebih ringan. Hal ini memungkinkan infeksi inisial HSV-2 berjalan asimtomatik pada penderita yang pernah mendapat infeksi HSV-1. Tempat predileksi pada pria biasanya di preputium, glans penis, batang penis, dapat juga di uretra dan daerah anal (pada homoseks),sedangkan daerah skrotum jarang terkena. Lesi pada wanita dapat ditemukan di daerah labia major/minor, klitoris, introitus vaginae, serviks, sedangkan pada daerah perianal, bokong dan mons pubis jarang ditemukan. Infeksi pada wanita sering dihubungkan dengan servisitis, karena itu perlu pemeriksaan sitologi secara teratur. 2.2. Penatalaksanaan Setelah diagnosi ditegakkan, baik secara klinis, dengan maupun tanpa pemeriksaan penunjang, maka langkah selanjutnya adalah memberikan pengobatan. Pengobatan dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu profilaksis, pengobatan non-spesifik dan pengobatan spesifik. 1. Tindakan Prolaksis a. Penderita diberi penerangan tentang sifat penyakit yang dapat menulat terutama bila sedang terkene serangan, karena itu sebaiknya melaksanakan abstinensia. b. Proteksi individual. Digunakan dua macam alat perintang, yaitu busa spermisidal dan kondom. Komninasi tersebujt, bila diikuti dengan pencucian alat kelamin memakai air dan sabun pasca koitus, dapat mencegah transmisi herpes genitalis hampir 100% (Raab dan Lorincz, 1981). Busa supermisidal secara in vitro ternyata mempunyai sifat virisidal, dan kondom dapat mengurangi penetrasi virus. c. Faktor-faktor pencetus sedapat mungkin dihindari. d. Konsultasi psikiatrik dapat dapat membantu karena faktor psikis mempunyai oeranan untuk timbunya serangan. 2. Pengobatan non-spesifik a. Rasa nyeri dan gejala lain bervariasi, sehingga pemberian analgetika, antipretik dan antipruritus disesuaikan dengan kebutuhan individual. b. Zat-zat pengering yang berisifat antiseptik, seperti jodium povidon secara topikal mengeringkan lesi, mencegah infeksi sekunder dan mempercepat waktu penyembuhan. c. Antibiotika atau kontrimoksasol dapat diberikan untuk mencegah infeksi sekunder. 3. Pengobatan Spesifik Berbagai macam obat antivirus telah pernah dipakai untuk mengatasi penyakit herpes genitalis, misalnya idoksuridin topikal, sitarabin (Ara-C) dan Viradabin (Ara-A) secara intravena, inosipleks (isoprinosin), dan interferon. Obat antivirus yang kini telah banyak dipakai ialah asiklovir, dan saat ini ada lagi 2 macam obat antivirus baru yaitu valasiklovir dan famsiklovir. a. Asiklovir Asiklovir merupakan obat antivirus yang spesifik terhadap virus herpes, dapat diberikan pada penderita dengan infeksi mukokotan disertai defisiensi imunitas. Obat ini hanya bekerja pada sel-sel yang terkena infeksi. Tidak mempunyai efek teratogenik. Toleransi obat bai, tidak ada toksisitasa akut dan tidak menimbulkan penekanana sumsum tulang, hati dan ginjal. Tetapi walaupun demikian pernah dilaporkan efek samping seperti kolik ginjal, kenaikan kadar ureum/ kreatinin dalam serum, reaksi setempat pada suntikan nausea dan vomitus. Asiklovir dapat diberikan secara intravena, oral dan topikal. Cara pemberian intravena harus perlahan-lahan dan perlu pengawasan. Oleh karena itu ssebaiknya diberikan di rumah sakit. Dosis setiap kali pemberian adalah 5 mg/kgBB, dengan interval 8 jam. Pengobatan asiklovir secara intravena pada herpes genital episode pertama, yang memerlukan waktu selama 5-10 hari. Ternyata tidak dapat mengurangi rekurensi (Corey DKK, 1985). Bila secara oral diberikan dengan dosis 200 mg 5 kali sehari selama 5-10 hari. Seperti secara intravena, pengobatan per oral mengurangi viral shedding secara dramatis. Banyak sarjana berpendapat bahwa pada infeksi primer sebaiknya diberi asiklovir secara intravena dan pada infeksi rekurens diberikan secara oral. Pembrian obat secara oral juga tidak menjamin tidak timbul rekurensi. Kinghorn dkk (1986) telah membuktikan bahwa asiklovir 200 mg lima kali sehari per oral ditambah kotromoksazol (160 mg dan 800 mg sulfametoksazol) dua kali sehari selama 7 hari memperpendek waktu penyembuhan lesi secara bermakna dibandingkan dengan pengobatan asiklovir saja. Penanganan infeksi rekurens menurut Moreland dkk (1990) dapat ditempuh dengan 4 cara: 1. Tidak diberi terapi spesifik (terutama pada infeksi yang ringan) 2. Asiklovir peroral secara episodik dengan dosis 5x200 nm/ hari selama 5 hari. Cara ini diberikan pada penderita dengan riwayat lesi multiple atau serangan yang lama (7 hari) 3. Supresi kronis asiklovir, dapat dipertimbangkan bila seseorang mengalami keadaan sebagai berikut : a. Rekurensi lebih dari 8 kali per tahun. b. Rekurensi lebih dari 1 kali per bulan. c. Rekurensi menimbulkan beban psikologis yang berat . d. Bila terapi dirasakan lebih bermanfaat dibandingkan biaya untuk penderita tersebut. Dosis asiklovir yang di berikan minimal 2 x 200 mg/hari dan dapat ditinggikan sampai 3-4 x 200 mg/hari tergantung pada keadaan. Cara ini efektif dan aman untuk jangkam waktu minimal 1 tahun, dengan penilaian ulang setiap 6 bulan. 4. Supresi episodik dengan asiklovir, diberikan pada individu dengan rekurensi terutama bila ada stress. Asiklovir topikal diberikan dalam bentuk krim 5%. Obat ini bekerja langsung pada sel yang terinfeksi serta memperpendek viral shedding . Efek toksiknya sangat minimal, absorbsinya minimal dan tidak mengadakan interaksi dengan obat lain yang digunkan secra bersamaan. Selain itu juga data mengurangi rasa nyeri dan gatal. Karena hasilnya kurang efektif dibandingkan dengan pemberian secara oral, maka pemakaiannya hanya untuk mengurangi keparahan dan lamanya episode rekurens. b. Valasiklovir Obat ini merupakan derivat ester L-valil dari asiklovir. Bahan iktif antivirusnya ialah asiklovir, sehingga kemanjuran dan spesifitasnya berhubungan dengan cara kerja asiklovir. Setelah diabsorbsi, valasiklovir dengan cepat dan hampir seluruhnya, diubah menjadi asiklovir dan L-valin. Bioavailabilitasnya 3-5 kali lebih tonggi dari pada yang dapat dicapai oleh asiklovir oral dosis tinggi. kadar dalam plasma setelah valasiklovir oral 1000 mg mendekati kadar yang dapat dicapai oleh asiklovir yang diberikan secara intravena. Pada uji klinik yang membandingkan valasiklovir 2 x 500 mg/hari, dengan asiklovir oral 5 x 200 mg/hari, dan plasebo dalam waktu 24 jam setelah timbulnya keluhan dan gejala klinis pertama episode herpes genitalis rekurens menunjukkan bahwa terapi valasiklovir secara bermakna mengurangi rasa nyeri dan mempercepat penyembuhan lesi serta dengan cepat memperpendek masa viral shedding. Efek samping yang paling sering dilaporkan ialah nyeri kepala dan mual. c. Famsiklovir Obat intivirus yang baru lain ialah famsiklovir (famciclovir) yang merupakan derivat diasetil-6-deoksi pensiklovir. Sedangkan pensiklovir sendiri merupakan golongan antivirus dengan komponen guanin, yang dapat diberikan secara topikal dan intravena. Famsiklovir, dikembangkan untuk pengobatan infeksi virus herpes, dengan cara pemberian per oral. Cara kerja Famsiklovir sama seperti asiklovir, yaitu menghambat sintesis DNA. Pada penderita herpes genitalis episode pertama, pemberian famsiklovir 3 kali 500 mg pe hari selama 5 hari, ternyata mempersingkat viral shedding dan waktu penyembuhan, dibandingkan plasebo. Bila dibandingkan dengan pengobatan asiklovir 5 x 200 mg/hari selama 5 hari, pemberian famsiklovir 3x 750 mg/hari dalam waktu yang sama, secara statistik tidak menunjukkan oerbedaan dalam lamanya viral shedding, waktu menghilangnya vesikel dan ulkus, serte terjadinya krustasi dan hilangnya rasa sakit. 2.2.1. Penatalaksanaan Wanita Hamil Dengan Herpes Genitalis Wanita hamil yang menderita herpes genitalis primer dalam 6 minggu terakhir masa kehamilannya dianjurkan untuk dilakukan seksio sesarea sebelum atau dalam 4 jam sesudah pecahnya ketuban. Seksio sesarea tidak dilakukan secara rutin pada wanita yang mendeeita herpes genitalis rekurens. Hanya wanita dengan viral shedding pad saat atau hampir melahirkan memerlukan seksio sesarea. Disarankan untuk melakukan pemeriksaan virologik dan sitologik sejak kehamilan 32 dan 36 minggu. Setelah itu sekurang-kurangnya dilakukan kultur sekret serviks dan genetalia eksterna. Bila kultur virus yang di inkubasi minimal 4 hari,memberikan hasil negatif 2 kali berturut-turut, serta tidak ada lesi genital pada saat melahirkan maka dapat diannjurkan partus per vaginam. Kontak yang lama dengan sekret yang infeksius, secara relatif dapat meningkatkan resiko penularan penyakit. Oleh karena itu banyak penulis menganjurkan, sebaiknya seksio sesarea dilakukan sebelum atau dalam 4 jam sesudah ketuban pecah untuk mencegah bayi idtulari. Pemberian asiklovir pada wanita hamil dapat dipertimbangkan, terutama pada infekdi primer. Pada pertemuan International Herpes Management Forum di San Fransisco AS November 1994, telah disetujuipenatalaksanaan herpes genitalis pada wanita hamil dengan mempertimbangkan apakah merupakan infeksi primer atau rekurens, serta usia kehamilan. Episode awal herpes genitalis pada kehamilan dengan gejala yang berat, dianjurkan untuk diberikan Asiklovir oral 5 x 200 mg/hari selama 7-10 hari. Asiklovir oral dosis supresif secara rutin tidak dianjurkan untuk herpes. Genitalis rekurens selama kehmilan atau dekat dengan akhir kehamilan. 2.2.2. Penatalaksanaan Bayi Lahir dari Ibu dengan Herpes Genitalis Banyak rumah sakit yang menganjurka isolasi untuk bayi yang lahir dari ibu dengan herpes genitalis. Kultur virus, pemeriksaan fungsi hati dan cairan cerebrospinal harus dilakukan. Serta bayi harus diawasi ketat selama satu bulan pertama kehidupannya. Spesimen untuk pemeriksaan kultur virus diambil dari konjuntiva, umbilikus, nasofaring, dan setiap lesi kulit yang dicurigai pada 24-48 jam pertama. Bila ibu mengidap herpes genitalis primer pada saat persalinan per vaginam, harus diberikan profilaksis asiklovir intravena kepada bayi selama 5-7 hari dengan dosis 3 x 10 mg/kgBB/hari. Infeksi herpes simpleks pada neonatus prognosisnya buruk bila tidak di obati. Penelitian pengobatan dengan asiklovir 10 mg/kgBB tiap 8 jam selama 10-21 hari, atau Ara-A 30 mg/kgBB/hari menurunkan angka kematian dibandingkan dengan penderita yang tidak mendapat pengobatan. Cara pengobatan ini juga dapat mencegah progresivitas penyakit (infeksi herpes pada sususnan saraf pusat atau infeksi diseminata). Oleh karena itu identifikasi lesi kulit sangat penting untuik menentukan ada/tidaknya infeksi HSV pada neonatus. 2.2.3. Penatalaksanaan Herpes Genitalis pada Immunocompromised Pada penderita Immunocompromised. Pengobatan infeksi herpes simpleks memerlukan waktu yang lebih lama. Asiklovir oral dapat diberikan dengan dosis 5 x 200 mg – 400 mg/hari selama 5-10 hari. Pada yang beresiko tinggi untuk menjadi diseminata, atau yang tidak dapat menerima pengobatan oral, mka asiklovir diberikan secara intravena 3 x 5 mg/kgBB/hari selama 7-14 hari. Bila terdapat bukti terjadinya infeksi sinstemik dianjurkan terapi asiklovir intravena 3 x 10 mg/kgBB/hari selama paling sedikit 10 hari. Oleh karena pada keadaan tersebut lebih sering terjadi rekurensi pengobatan supresif lebih dianjurkan, dengan dosis asiklovir paling sedikit harus 2 x 400 mg/hari hingga keadaan Immunocompromisnya hilang (jika mungkin). Untuk penderita infeksi HIV simtomatik atau AIDS, digunakan asiklovir oral 4-5 x 400 mgg/hari hingga lesi sembuh, setelah itu dapat diberikan terapi supresif. 2.3. Penyebaran Penyakit Herpes Simpleks dilihat dari Aspek Budaya Penyakit herpes simpleks yang merupakan penyakit kelamin ini terdapat banyak di negara manapun juga, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju dan tersebar luas pada semua lapisan masyarakat baik yang miskin maupun yang kaya. Banyaknya penyakit kelamin dalam masyarakat, mencerminkan keadaan sosial penderita karena sebagian besar tergantung pada tingkah laku manusia, faktor psikologis dan keadaan sosio ekonominya. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran penyakit herpes simpleks ini diantaranya : 1. Faktor dasar a. Adanya penularan penyakit b. Berganti-ganti pasangan seksual 2. Faktro medis a. Gejala klinis pada wanita dan homoseksual yang asimtomatis b. Pengobatan modern c. Pengolahan yang mudah, murah, cepat dan efektif, sehingga risiko resistensi tinggi, dan bila disalahgunakan akan meninggalkan risiko penyebaran infeksi. 3. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) dan pil KB hanya bermanfaat bagi pencegahan kehamilannya saja, berbeda dengan kondom yang juga ddapat digunakan sebagai alat pencegahan terhadap penularannya 4. Faktor sosial a. Mobilitas penuduk yang bertambah b. Prostitusi c. Waktu yang santai d. Kebebasan inidvidu e. Ketidaktahuan f. Peledakan jumlah penduduk g. Kemajuan sosial ekonomi terutama dalam bidang industri yang menyebabkan lebih banyak kebebasan sosial maupun kebebasan seks. Selain faktor-faktor tersebut di atas masih ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi perbedaan prevalensi antara negara maju dan berkembang: a) Diagnosis yang kurang tepat karena keterbatasan sarana penunjang b) Komplikasi lebih banyak ditemukan di negara berkembnag, karena keterlambatan diagnosis ddan pengobatan. 5. Perubahan sikap terutama dalam bidang agama dan moral akibat perubahan demografik 6. Kelalaian dalam memberikan pendidikan seks. 7. Perasaan aman karena kemudahan mendapatkan obat dan alat kontrasepsi. 8. Fasilitas kesehatan yang kurang memadai 9. Banyak kasus yang tidak memberikan gejala tetapi dapat menular kepada orang lain. 10. Kurangnya informasi tentang penularan penyakit Herpes di masyarakat dan juga bahaya-bahaya penyakit kelamin baik untuk dirinya maupun keturunannya. 2.4. Dampak Bagi pasien 2.4.1. Herpes Genitalis pada Kehamilan Bila pada kehamilan timbul herpes genitalis, perlu mendapat perhatian yang serius, karena melalui plasenta virus dpat sampai ke sirkulasi fetal serta dapat menimbulkan kerusakan atau kematian pada janin. Infeksi neonatal mempunyaimangka mortilitas 60% separuh dari yang hidup menderita cacat neuroligis atau kelainan pada mata. Kelainan yang timbul pada bayi dapat berupa ensefalitis, mikrosefali, hidrosefali, koroidoretinitis, keratokonjungtivitis, atau hepatitis, disamping itu dapat juga timbul lesi pada kulit. Di amerika serikat frekuensi herpes neonatal adalah satu per 7500 kelahiran hidup. Bila trans =misi terjadi pada trimester I cenderung terjadi abortus, sedangkan bila pada trimester II, terjadi prematuritas. Selain itu dapat terjadi transmisi pada saat intrapartum atau pasca partum. 2.4.2. Herpes Genitalis pada Imunodefisiensi Herpes genitalis merupakan satu masalah pada penderita dengan imunodefisiensi, oleh karena kelainan yang ditemukan cukup progresif berupa ulkus yang dalam di daerah anogenital. Disamping itu lesi juga lebih luas dibandingkan dengan keadaan biasanya. Pada keadaan imunodfisiesnsi yang tidak berat didapatkan keluhan rekurensi yang lebih lama. KOMPLIKASI Komplikasi yang paling ditakutkan adalah akibat penyakit ini pada bayi yang baru lahir. Herpes genitalis pada permulaan kehamilan bisa menimbulkan abortus/malformasi kongenital berupa mikrosefali. Pada bayi yang lahir pada ibu yang menderita herpes genitalis pada kehamilan dapat ditemukan kelainan berupa hepatitis, infeksi berat, ensefalitis, keratokunjungtivitis, erupsi kulit berupa vesikel herpetiformis dan bahkan bisa lahir mati. Pada orang tua, hepatitis karena HSV jarang ditemukan, sedangkan meningitis dan ensefalitis pernah dilaporkan. Pada orang tua meningitis hepatika biasanya disebabkan oleh HSV-2 sedangkan ensefalitis oleh HSV-1. Disamping itu juga ditemukan hipersensitivitas terhadap virus, sehingga timnul reaksi pada kulit berupa eritema eksudativum multiforme. Dapat juga timbul ketakutan dan depresi terutama bila terjadi salah penanganan pada penderita. 2.5. Perasaan Dari Segi Psikologis Pasien Perasaan dari segi psikologis pasien 1. Kemarahan/Marah, rageful, atau perasaan dendam kepada diri sendiri dan orang lain bahkan kepada Tuhan. 2. Depresi Merasa sedih, putus asa, dan / atau tak berdaya, dan memiliki harga diri yang rendah, kadang-kadang disertai oleh perubahan dalam makan, tidur, kebiasaan olahraga, pekerjaan, dan sosial. 3. Menyalahkan diri sendiri 4. Ketakutan 5. Berusaha menyembunyikan penyakitnya dari orang lain. Masalah psikologis seperti tersebut, akan sangat memperburuk kondisi dan juga dapat memperburuk sebuah hubungan seksual pada pasangan suami istri, karena adanya kecemasan. Hal ini merupakan konsekuensi yang sangat penting secara psikologis perselisihan seksual dan setiap penghentian dari seks dapat membawa tekanan besar untuk hubungan yang mengarah ke perpisahan. Situasi tersebut dapat lebih diperparah oleh kebohongan, dalam mayoritas orang yang menderita herpes genital akan menggunakan alasan untuk tidak berhubungan seks daripada mengakui kebenaran bahwa mereka dipengaruhi oleh kondisi tersebut. 2.6. Peran Perawat dalam Menangani Pasien yang Terserang Herpes Komunikasi yang baik dan keterampilan konseling memainkan bagian penting dalam pengelolaan semua jenis kesulitan pasien, untuk pasien dengan herpes kelamin, atau infeksi menular seksual lainnya. Sejumlah penelitian telah menetapkan pentingnya hubungan antara perawat dan pasien ketika mengelola dampak psikologis dari herpes genital. Pedoman ini berfokus pada peran konseling dan komunikasi yang baik dalam manajemen optimal dari pasien dengan herpes genital. • Perspektif pasien Tidak mengherankan, ada tingkat yang sangat tinggi morbiditas psikologis yang terkait dengan herpes kelamin, yang perlu ditangani ketika mengelola aspek-aspek medis dari penyakit. Bagi banyak orang, diagnosis herpes kelamin adalah berita terburuk yang pernah mereka terima. Sementara respon bervariasi, pasien biasanya mengalami kejutan, kemarahan, rasa malu, rasa bersalah dan ketakutan. Perhatian utama adalah dampak potensial penyakit yang akan timbul pada kehidupan. Seperti bagaimana mereka akan memberitahu teman-teman mereka, keluarga dan pasangan seksual, bagaimana mereka akan dilihat oleh mereka, apakah mereka akan ditolak, takut menulari orang lain, dan takut yang pernah dapat hidup "normal" kehidupan, bentuk hubungan yang langgeng dan memiliki sebuah keluarga. Banyak orang bahkan takut konsultasi dengan dokter, khawatir bahwa mereka akan dinilai sebagai kotor atau promiscuous. • Tujuan konseling Konseling merupakan bagian integral dari keberhasilan pengelolaan pasien dengan herpes dan memiliki sejumlah tujuan yang jelas. Tujuan yang luas adalah jika pasien menerima bahwa herpes adalah bukan "hukuman" melainkan suatu kondisi medis yang relatif umum, yang dapat dikelola berhasil untuk meminimalkan dampak negatif pada kehidupan mereka. Secara khusus, tujuan konseling adalah: a) Untuk menjalin hubungan dengan pasien, sesuai dengan pengobatan, sehingga dari hari ke hari manajemen pemulihan dapat ditingkatkan b) Untuk memberikan informasi dan pendidikan tentang herpes, prevalensi misalnya, transmisi, rekuren, mencegah infeksi lain, pilihan pengobatan dan jaringan pendukung. c) Untuk meminimalkan sequela psikologis, yang biasanya merupakan hasil dari kondisi kronis, termasuk libido berkurang, kehilangan diri, harga diri rendah dan kecemasan tentang transmisi, rincian kemungkinan hubungan, depresi dan rasa bersalah yang ekstrim. d) Untuk membantu proses menginformasikan mitra pasien. e) Untuk tahu kapan untuk merujuk pasien pada terapi psikologis untuk lebih intensif, dan f) Mengklarifikasi isu seputar transmisi yang dapat mempengaruhi hubungan seksual saat ini, menumpahkan gejala misalnya a) Aturan konseling pasien herpes kelamin 1. Memiliki lingkungan yang tepat 2. Memiliki sikap yang tepat. Perawat harus menunjukkan sikap peduli, meminta pasien membuka, tidak menghakimi pertanyaan dan bertujuan untuk mengembangkan kepercayaan pasien. Mencoba untuk membayangkan diri anda jika berada pada posisi seperti pasien dapat membantu untuk membangun empati. Pertimbangkan konsultasi sebagai kesempatan untuk secara terbuka jelajahi semua masalah-baik yang relevan medis dan psikologis-sehingga pasien memiliki kesempatan terbaik untuk terlibat dalam pengambilan keputusan manajemen utama. Hal ini penting untuk memiliki keseimbangan antara kebutuhan untuk mendapatkan fakta-fakta dan memberikan saran dan kebutuhan untuk mengembangkan hubungan yang terbuka dan saling percaya. Waktu yang memadai harus diberikankan untuk menutupi poin kunci yang relevan pada konsultasi awal (misalnya berurusan dengan shock menerima diagnosis atau mengelola gejala-gejala fisik) dengan fakta lain dan isu yang dibahas pada konsultasi-konsultasi berikutnya. 3. Menyediakan informasi yang tepat Sebuah aspek utama dari konseling pasien herpes kelamin misalnya seperti menghilangkan mitos dan memberikan informasi yang jelas dan akurat tentang sifat dan pengelolaan penyakit. Ini harus disediakan baik secara lisan maupun tertulis. Ada beberapa sumber yang tersedia saat ini. Diantaranya harus mencakup: • Sifat klinis dan sejarah alam dari penyakit (misalnya infeksi, pembentukan latency, gejala, diagnosa, frekuensi dan keparahan kekambuhan, prodromes, transmisi, menumpahkan gejala, sifat kronis penyakit dll) • Pengobatan pilihan (termasuk pendekatan yang berbeda untuk terapi antivirus); • Kemungkinan pemicu dan cara menghindarinya • Manajemen saran gaya hidup (diet, olahraga, stres dll manajemen) • Praktik seks aman dan menghindari transmisi • Prevalensi penyakit (mereka tidak sendirian) • Hubungan Herpes dan kehamilan • Strategi untuk menginformasikan, dan • Pilihan untuk spesialis / konseling yang sedang berlangsung, kelompok herpes dukungan, informasi lebih lanjut dll. BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Dari pembahasan yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran penyakit herpes simpleks. Baik itu dari aspek medis maupun dari aspek sosial budaya. Seseorang atau pasien yang sedang menderita penyakit ini akan mengalami dampak psikologis di dalam dirinya, seperti : 1. Kemarahan/Marah, rageful, atau perasaan dendam kepada diri sendiri dan orang lain bahkan kepada Tuhan. 2. Depresi Merasa sedih, putus asa, dan / atau tak berdaya, dan memiliki harga diri yang rendah, kadang-kadang disertai oleh perubahan dalam makan, tidur, kebiasaan olahraga, pekerjaan, dan sosial. 3. Menyalahkan diri sendiri 4. Ketakutan dan 5. Berusaha menyembunyikan penyakitnya dari orang lain. Oleh karena itu, peran perawat dalam hal ini memiliki hubungan yang sangat penting. Disamping membantu memberikan pengobatan, perawat juga bisa membantu memberikan konseling kepada pasien untuk mengurangi beban psikologis yang dihadapinya. Selain itu perawat juga bisa memberikan informasi atau penyuluhan kepada masyarakat mengenai bagaimana penyebaran penyakit Herpes Simpleks ini, juga bahayanya jika di derita oleh ibu yang sedang hamil. Karena akan menginfeksi pada bayi yang sedang dikandungnya. Perawat juga bisa memberi informasi mengenai bagaimana cara penanganannya. Dengan demikian diharapkan penyebaran penyakit ini dapat diminimalisir, dan akan menambah pengetahuan masyarakat tentang penyakit Herpes Simpleks. 3.2. Saran Pemberian konseling kepada pasien yang menderita penyakit Herpes Simpleks harus perlu dilakukan perawat untuk mengurangi penyebaran dari penyakit ini. Kita sebagai perawat harus memberi penyuluhan kepada masyarakat agar berhati-hati, karena seorang wanita yang hamil dan menderita penyakit Herpes akan memberikan dampak kepada bayi yang dikandungnya. DAFTAR PUSTAKA Utama, Hendra. 2007. Infeksi Menular Seksual. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Djuanda, Adhi. 2000. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. PUSDIKNAKES. 1997. Aids dan Penanggulangannya. Jakarta: Studio Driya Media. Entjang, Indan. 1991. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: Citra Aditya Bakti. .
Pengertian Komunikasi Komunikasi adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang yang bermakna bagi kedua pihak, dalam situasi yang tertentu komunikasi menggunakan media tertentu untuk merubah sikap atau tingkah laku seorang atau sejumlah orang sehingga ada efek tertentu . Fungsi Komunikasi a. Kendali : komunikasi bertindak untuk mengendalikan prilaku anggota dalam beberapa cara, setiap organisasi mempunyai wewenang dan garis panduan formal yang harus dipatuhi oleh karyawan. b. Motivasi : komunikasi membantu perkembangan motivasi dengan menjelaskan kepada para karyawan apa yang harus dilakukan bagaimana mereka bekerja baik dan apa yang dapat dikerjakan untuk memperbaiki kinerja jika itu di bawah standar. c. Pengungkapan emosional : bagi banyak karyawan kelompok kerja mereka merupakan sumber utama untuk interaksi sosial, komunikasi yang terjadi di dalam kelompok itu merupakan mekanisme fundal mental dengan mana anggota-anggota menunjukkan kekecewaan dan rasa puas mereka oleh karena itu komunikasi menyiarkan ungkapan emosional dari perasaan dan pemenuhan kebutuhan sosial. d. Informasi : komunikasi memberikan informasi yang diperlukan individu dan kelompok untuk mengambil keputusan dengan meneruskan data guna mengenai dan menilai pilihan-pilihan alternative. Bentuk-bentuk Komunikasi Bentuk-bentuk komunikasi dapat dijabarkan sebagai berikut : a. Komunikasi vertikal Komunikasi vertikal adalah komunikasi dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas atau komunikasi dari pimpinan ke bawahan dan dari bawahan ke pimpinan secara timbal balik. b. Komunikasi horisontal Komunikasi horisontal adalah komunikasi secara mendatar, misalnya komunikasi antara karyawan dengan karyawan dan komunikasi ini sering kali berlangsung tidak formal yang berlainan dengan komunikasi vertikal yang terjadi secara formal. c. Komunikasi diagonal Komunikasi diagonal yang sering juga dinamakan komunikasi silang yaitu seseorang dengan orang lain yang satu dengan yang lainnya berbeda dalam kedudukan .
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Jantung merupakan organ yang sangat penting dalam tubuh makhluk hidup. Banyak orang yang belum mengetahui bagaimana proses jantung berkembang atau perkembangan jantung. Akibatnya banyak penyakit yang timbul dari ketidak pahaman akan kerja jantung Untuk itu kami akan menjelaskan perkembangan jantung mulai dari embrio sampai jantung itu bisa berdenyut dan dapat menngalirkan atau memompa darah bagi tubuh manusia. Dan kami juga akan membahas tentang cara kerja jantung atau siklus dari kerja jantung dari sumber yang kita peroleh, dan kami berharap makalah kami dapat bermanfaat dan menambah wawasan lebih luas lagi akan perkembangan dari jantung. TUJUAN 1. Mengetahui lebih mendalam mengenai perkembangan jantung. 2. Memahami kerja jantung secara detail. 3. Menambah wawasan kita akan materi kuliah. 4. Mendiskripsikan keseluruhan dari perkembangan jantung. BAB II PEMBAHASAN 2.1. SEJARAH Bahasa jantung yang dikenali dengan cara auskultasi jantung merupakan bahasa medis yang universal. Auskultasi jantung secara langsung diperkenalkan oleh Hippocrates ( 460 – 337 SM) yang telah menggunakan bunyi jantung untuk tujuan diagnostik. William Harvey ( 1578 – 1657 ) tampaknya merupakan orang pertama yang membuat batasan spesifik bunyi jantung. Perkembangan jantung sejak embrio Keseluruhan system kardiovasakuler-jantung, pembuluh darah, dan sel darah berasal dari lapisan mudigah mesoderm. Walaupun pada mulanya berpasangan pada hari ke-22 perkembangan kedua tabung tersebut membentuk sebuah tabung jantung tunggal yang agak bengkok yang terdiri atas suatu tabung endokardium di sebelah dalam dan pelapis miokardium di sekelilingnya. Pada minggu keempat sampai ketujuh, jantung terbagi dalam suatu bangunan khas yang yang berkamar empat. Pembentukan sekat dalam jantung, sebagian disebabkan oleh perkembangan dari jaringan bantalan endokardium dalam kanalis atrioventrikularis ( bantalan atrioventrikularis ) dan dalam regio konotrunkal ( pembengkakan konotrunkal ). Karena lokasi utama dari jaringan bantalan, banyak malformasi jantung yang berhubungan dengan morfogesis bantalan yang abnormal. Pembentukan sekat di atrium. Septum primum, suatu Krista berbentuk bulan sabit yang turun dari atap atrium, mulai membagi atrium menjadi dua, tetapi meninggalkan sebuah lubang ostium primum untuk menghubungkan kedua bagian atrium tersebut. Kemudian, ketika ostium primum mengalami obliterasi karena bersatunya septum primum dengan bantalan endokardium, ostium sukundum terbentuk oleh karena sel-sel mati dan membentuk sebuah lubang di septum primum. Akhirnya, terbentuklah septum sekundum, tetapi lubang antar kedua atrium, foramen ovale, tetap ada. Baru pada saat lahir, ketika tekanan atrium di kiri meningkat, kedua sekat tersebut tertekan sehingga saling melekat dan hubungan diantara keduanya tertutup. Kelainan sekat atrium dapat berkisar dari sama sekali tidak ada sekat hingga terdapat lubang kecil yang dikenal sebagai foramen ovale paten. Siklus jantung Siklus jantung adalah periode dimulainya satu denyutan jantung dan awal dari denyutanselanjutnya. Siklus jantung terdiri dari periode sistol dan diastol. Sistol adalah periode kontraksi dariventrikel, dimana darah akan dikeluarkan dari jantung. Diastol adalah periode relaksasi dari ventrikel,dimana terjadi pengisian darah.Diastol dapat dibagi menjadi dua proses yaitu relaksasi isovolumetrik dan ventricular filling . Pada relaksasi isovolumetrik terjadi ventrikel yang mulai relaksaasi, katup semilunar dankatup atrioventrikularis tertutup dan volume ventrikel tetap tidak berubah. Pada ventricular filling dimana tekanan dari atrium lebih tinggi dari tekanan di ventrikel, katup mitral dan katup trikuspidakan terbuka sehingga ventrikel akan terisi 80% dan akan mencapai 100 % jika atrium berkontraksi.Volume total yang masuk ke dalam diastol disebut End Diastolic Volume. . Sistolik dapat dibagi menjadi dua proses yaitu kontraksi isovolumetrik dan ejeksi ventrikel.Pada kontraksi isovolumetrik, kontraksi sudah dimulai tetapi katup – katup tetap tertutup. Tekanan juga telah dihasilkan tetapi tidak dijumpai adanya pemendekan dari otot. Pada ejeksi ventrikel.,14. Tekanan dalam ventrikel lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan pada aorta dan pulmoner sehinggakatup aorta dan katup pulmoner terbuka dan akhirnya darah akan dipompa ke seluruh tubuh. Pada saatini terjadi pemendekan dari otot. Sisa darah yang terdapat di ventrikel disebut End Systolic Volume. .Dua bunyi jantung utama dalam keadaan normal dapat didengar dengan stetoskop selamasiklus jantung.Bunyi jantung pertama bernada rendah, lunak, dan relatif lama-sering dikatakanterdengar seperti “lub”. Bunyi jantung kedua memiliki nada yang lebih tinggi, lebih singkat dan tajam-sering dikatakan dengan terdengar seperti “dup”. Bunyi jantung pertama berkaitan dengan penutupankatup AV , sedangkan bunyi katup kedua berkaitan dengan penutupan katup semilunar. Pembukaantidak menimbulkan bunyi apapun. Bunyi timbul karena getaran yang terjadi di dinding ventrikel danarteri – arteri besar ketika katup menutup, bukan oleh derik penutupan katup. Karena penutupan katupAV terjadi pada awal kontraksi ventrikel ketika tekanan ventrikel pertama kali melebihi tekananatrium, bunyi jantung pertama menandakan awitan sistol ventrikel.Penutupan katup semilunaris terjadi pada awal relaksasi ventrikel ketika tekanan ventrikel kiri dan kanan turun di bawah tekanan aorta danarteri pulmonalis. Dengan demikian bunyi jantung kedua menandakan permulaan diastol ventrikel. Denyut jantung dan Tekanan darah Kecepatan denyut jantung terutama ditentukan oleh pengaruh otonom pada nodus SA. Nodus SA dalam keadaan normal adalah pemacu jantung karena memiliki kecepatan depolarisasi paling tinggi. Penurunan gradual potensial membran secara otomatis antara denyutan secara umumdianggap disebabkan oleh penurunan permeabilitas terhadap K+. Jantung dipersarafi oleh kedua divisisistem saraf otonom, yang dapat memodifikasi kecepatan kontraksi, walaupun untuk memulaikontraksi tidak memerlukan stimulai saraf. Saraf parasimpatis ke jantung adalah saraf vagus terutamamempersarafi atrium, terutama nodus SA dan AV, sedangkan persarafan ke ventrikel tidak signifikan. Tekanan darah adalah tekanan yang diberikan oleh darah setiap satuan luas pada pembuluhdarah. Tekanan darah terdiri atas tekanan sistol dan diastol (telah dijabarkan diatas tentang sistol dandiastol). Tekanan dipengaruhi oleh curah jantung dengan resistensi perifer.Curah jantung adalahvolume darah yang dipompa oleh tiap – tiap ventrikel per menit. Dua faktor penentu curah jantungadalah kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup. Volume sekuncup adalah volume darah yangdipompa per denyut. Peningkatan volume diastolik akhir akan menyebabkan peningkatan volumesekuncup. Hal ini disebabkan oleh semakin besar pengisian saat diastol, semakin besar volumediastolik akhir dan jantung akan semakin teregang. Semakin teregang jantung, semakin meningkat panjang serat otot awal sebelum kontraksi.Peningkatan panjang menghasilkan gaya yang lebih kuat pada kontraksi jantung berikutnya dan dengan demikian dihasilkan volume sekuncup yang lebih besar.Hubungan intrinsik antara volume diastolik akhir dan volume sekuncup ini dikenal sebagaihukum Frank – Starling pada jantung. Sirkulasi jantung Sirkulasi darah ditubuh ada dua yaitu sirkulasi paru dan sirkulasi sistemis. Sirkulasi parudimulai dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis, arteri besar dan kecil, kapiler lalu masuk ke paru,setelah dari paru keluar melalui vena kecil, vena pulmonalis dan akhirnya kembali ke atrium kiri.16. Perbedaan sirkulasi jantung saat lahir dan setelah lahir: Belum mampu menggunakn paru-parunya sehingga O2 diambil langsung dari ibu melalui plasenta darah dari atrium kanan ke atrium kiri bukan ke ventrikel kanan seperti pada bayi. Hal ini disebabkan paru-paru janin tersebut belum berfungsi sehingga ventrikel kanan yang merupakan jalan ke paru-paru tidak dapat dilalui. Terdapat lubang antara atrium kanan dan atrium kiri yang disebut foramenovale. Dari ventrikel kiri darah bayi akan menuju plasenta melalui arteri umbilikalis, kemudian darah yang banyak mengandung O2 ini kembali melalui vena umbilikalis untuk diedarkan keseluruh tubuh. BUNYI JANTUNG 1. Bunyi jantung secara tradisional digambarkan sebagai lup-dup dan dapat didengar melalui stetoskop. “Lup” mengacu pada saat katup A-V menutup dan “dup” mengacu pada saat katup semilunar menutup. 2. Bunyi ketiga atau ke empat disebabkan vibrasi yang terjadi pada dinding jantung saat darah mengalir dengan cepat ke dalam ventrikel , dan dapat didengar jika bunyi jantung diperkuat melalui microfon. 3. Murmur adalah kelainan bunyi jantung atau bunyi jantung yang tidak wajar yang berkaitan dengan turbulensi aliran darah. FREKUENSI JANTUNG 1. Frekuensi jantung normal berkisar antara 60 – 100 denyut per menit dengan rata-rata denyutan 75 kali per menit. Dengan kecepatan seperti itu siklus jantung berlangsung selama 0,8 detik, sistole 0,5 detik dan diastole 0,3 detik. 2. Taikardia adalah peningkatan frekuensi jantung sampai melebihi 100 denyut per menit. 3. Bradikardia ditujukan untuk frekuensi jantung yang kurang dari 60 denyut per menit. 2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan jantung Pembentukan jantung janin yang lengkap terjadi pada akhir semester pertama yaitu masa pembentukan organ, gangguan pada masa ini dapat menimbulkan kecacatan mayor. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan janin adalah: 1. paparan sinar rongentb gangguan pada neural crest embrio. 2. trauma fisis dan psikisc. 3. minum jamu dan KB.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang CVA atau Cerebro Vaskuler Accident biasa di kenal oleh masyarakat dengan istilah Stroke.Istilah ini lebih populer di banding CVA.Kelainan ini terjadi pada organ otak.Lebih tepatnya adalah Gangguan Pembuluh Darah Otak.Berupa penurunan kualitas pembuluh darah otak.Stroke menyebabkan angka kematian yang tinggi. Kejadian sebagian besar dialami oleh kaum lai-laki daripada wanita (selisih 19 % lebih tinggi)dan usia umumnya di atas 55 tahun. 1.2 Tujuan Pembuatan laporan ini bertujuan untuk: 1. Menjelaskan tentang definisi dari CVA 2. Menjelaskan tentang etiologi dari CVA 3. Menjelaskan tentang manifestasi pada pasien penderita CVA 4. Menjelaskan tentang Patofisiologi pada pasien penderita CVA 5. Menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang pada pasien penderita CVA 6. Menjelaskan tentang pemeriksaan laboratorium pada pasien penderita CVA 7. Menjelaskan tentang penatalaksanaan pada pasien penderita CVA 8. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada pasien penderita Meningitis   BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Pengertian CVA atau stroke merupakan salah satu manifestasi neurologi yang umum yang timbul secara mendadak sebagai akibat adanya gangguan suplai darah ke otak (Depkes, 1995). Stroke merupakan gangguan sirkulasi serebral dan merupakan satu gangguan neurologik pokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologik pada pembuluh darah serebral misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding pembuluh atau penyakit vaskuler dasar, misalnya arterosklerosis arteritis trauma aneurisma dan kelainan perkembangan (Price, 1995). Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000) 2.2 Etiologi Penyebab utama dari stroke diurutkan dari yang paling penting adalah arterosklerosis (trombosis) embolisme, hipertensi yang menimbulkan pendarahan srebral dan ruptur aneurisme sekular. Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak di dalam darah, DM atau penyakit vasculer perifer (Price, 1995). Menurut etiologinya stroke dapat dibagi menjadi : 1. Stroke trombotik Terjadi akibat oklusi aliran darah biasanya karena arterosklerosis berat. 2. Stroke embolik Berkembang sebagai akibat adanya oklusi oleh suatu embolus yang terbentuk di luar otak. Sumber embolus yang menyebabkan penyakit ini adalah termasuk jantung sebelah infark miokardium atau fibrasi atrium, arteri karotis, komunis atau aorta. 3. Stroke hemoragik Terjadi apabila pembuluh darah di otak pecah sehingga timbul iskemik dari hipoksia di daerah hilir, penyebab hemoragik antara lain ialah hipertensi, pecahnya aneurisma, malforasi arterio venas / MAV (Corwin, 2001). Faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan stroke antara lain : 1. Hipertensi merupakan faktor resiko utama. 2. Penyakit cardiovaskuler (embolisme serebral, mungkin berasal dari jantung). 3. Kadar hematokrit normal tinggi (berhubungan dengan infark, serebral) 4. Diabetes 5. Kontrasepsi oral peningkatan oleh hipertensi yang menyertai usia di atas 35 tahun. 2.3 Manifestasi Klinis CVA (Stroke) Manifestasi klinis CVA atau stroke adalah kehilangan motorik disfungsi motorik yang paling umum adalah hemiplegi karena lesi pada otak yang berlawanan, hemparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh. Pada awal stroke biasanya paralisis menurunnya reflek tendon dalam, kehilangan komunikasi, gangguan persepsi, kerusakan kognitif dan efek psikologis, disfungsi kandung kemih (Smeltzer, 2002 : 213). 2.4 Pathofisiologi CVA (Stroke) Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400 mcmeter mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus arterio talamus (talamo perforate arteries) dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilaris mengalami perubahan-perubahan degenaratif yang sama. Kenaikan darah yang “abrupt” atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari. Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besarakan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik. Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikutioleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum. Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial dan menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Jusuf Misbach, 1999). 2.5 Pemeriksaan penunjang  Pemeriksaan radiologi  CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993)  MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E. Doenges, 2000)  Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998)  Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke. (Jusuf Misbach, 1999) 2.6 Pemeriksaan laboratorium  Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998)  Pemeriksaan darah rutin  Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. (Jusuf Misbach, 1999)  Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri. (Linardi Widjaja, 1993) 2.7 Penatalaksanaan  Empat tujuan pengobatan, menyelamatkan jiwa, membatasi kerusakan otak, mengurangi ketergantungan dan deformitas, mencegah terjadinya penyakit  Pertahankan agar jalan nafas selalu bebas, pemberian cairan elektrolit dan kalori adekuat, hindari ulcus decubitus  Larutan urea hipertonik 1 - 1,5 9 /Kg, IV  Rehabilitasi dan latihan termasuk fisioterapi, tetapi pekerjaan dan terapi biara  Obat dari koagulan  Tirah baring dan penurunan rangsangan eksternal  Pemasangan NGT untuk memasukkan nutrisi pasien BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 2.8 Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990) 2.8.1 Pengumpulan data Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998) 2.8.2 Identitas klien Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis. 2.8.3 Keluhan utama Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999) 2.8.4 Riwayat penyakit sekarang Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000) 2.8.5 Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995) 2.8.6 Riwayat penyakit keluarga Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000) 2.8.7 Pola-pola fungsi kesehatan  Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.  Pola nutrisi dan metabolisme Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut.  Pola eliminasi Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.  Pola aktivitas dan latihan Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah  Pola tidur dan istirahat Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot  Pola hubungan dan peran Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.  Pola persepsi dan konsep diri Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.  Pola sensori dan kognitif Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.  Pola reproduksi seksual Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.  Pola penanggulangan stress Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.  Pola tata nilai dan kepercayaan Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E. Doenges, 2000) 2.8.8 Pemeriksaan fisik  Keadaan umum • Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran • Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara • Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi  Pemeriksaan integumen • Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu • Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis • Rambut : umumnya tidak ada kelainan  Pemeriksaan kepala dan leher • Kepala : bentuk normocephalik • Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi • Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)  Pemeriksaan dada Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.  Pemeriksaan abdomen Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.  Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine  Pemeriksaan ekstremitas Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.  Pemeriksaan neurologi • Pemeriksaan nervus cranialis Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central. • Pemeriksaan motorik Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh. • Pemeriksaan sensorik Dapat terjadi hemihipestesi. • Pemeriksaan refleks Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.(Jusuf Misbach, 1999) 2.8.9 Analisa data No. ANALISA DATA ETIOLOGI MASALAH DS: DO: Trombus, Emboli Serebral Sumbatan aliran darah & O2 serebral Infark jaringan serebral Perubahan perfusi jaringan Perubahan perfusi jaringan serebral DS: DO: Trombus, Emboli Serebral Sumbatan aliran darah & O2 serebral Infark jaringan serebral Hemisfer kiri Afasia Kerusakan komunikasi verbal Kerusakan komunikasi verbal DS: pasien kesulitan menelan, nafsu makan menurun DO: kelemahan nervus 5,9,10,11, penurunan peristaltik usus dan terdapat kembung Trombus, Emboli Serebral Sumbatan aliran darah & O2 serebral Infark jaringan serebral Infark batang otak Nervus 9,10,11 Nervus 5 Kemampuan menelan menurun Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh DS: DO:penurunan penglihatan/kekaburan pandangan, gangguan nervus 2 Trombus, Emboli Serebral Sumbatan aliran darah & O2 serebral Infark jaringan serebral Infark batang otak Nervus 2 Penurunan daya penglihatan Resiko tinggi cidera Resiko tinggi cidera DS: DO: Trombus, Emboli Serebral Sumbatan aliran darah & O2 serebral Infark jaringan serebral Infark batang otak Nervus 3,4,6 Penurunan lapang pandang Reflek cahaya menurun Perubahan ukuran pupil Bola mata tidak dapat mengikuti perintah Gangguan persepsi sensori Gangguan persepsi sensori 2.9 Diagnosa keperawatan TGL NO. DIAGNOSA DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah: gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral. 2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek kerusakan pada hemisfer bahasa atau wicara (kiri atau kanan) 3. Perubahan persepsi sensori berhubugnan dengan stres psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh ansietas) 4. Resiko tinggi terhadap cidera yang berhubungan dengan defisit lapang pandang motorik atau persepsi. 5. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan sekunder kehilangan kesadaran. 2.10 Intervensi Keperawatan Tabel indicator : NOC Indikator 1 2 3 4 5 Ketidak normalan dalam berbicara Perubahan status mental Perubahan perilaku Kelemahan ektremitas atau kelumpuhan Tabel NIC: Menejemen Perfusi jaringan Definisi: Suatu penurunan jumlah oksigen yang mengakibatkan kegagalan untuk memelihara jaringan pada tingkat kapiler. AKTIVITAS KEPERAWATAN: Pengkajian 1. Pantau tanda vital: suhu tubuh, tekanan darah, nadi, dan respirasi 2. Pantau ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan reaktivitas pupil. 3. Pantau diplopia, nistagmus, penglihatan kabur, ketajaman penglihatan 4. Pantau sakit kepala 5. Pemantauan Tekanan Intrakranial (NIC): • Pantau TIK dan respons neurologis pasien terhadap aktivitas perawatan. • Pantau tekanan perfusi serebral. • Perhatikan perubahan pasien sebagai respons terhadap stimulus. Aktivitas Kolaboratif 1. Perhatikan parameter hemodinamik (misalnya, tekanan arteri sistemik) dalam rentang yang dianjurkan. 2. Berikan obat-obatan untuk meningkatkan volume intravaskuler, sesuai permintaan 3. Berikan obat yang menyebabkan hipertensi untuk mempertahankan tekanan perfusi serebral sesuai dengan permintaan. 4. Berikan Loop diuretic dan osmotic, sesuai dengan permintaan. 5. Tinggikan bagian kepala tempat tidur 0-45°, bergantung kepada pasien dan permintaan medis. Aktivitas lain 1. Perawatan sirkulasi NIC: • Gunakan stoking anti emboli (misalnya, stoking elastic atau pneumatic), bila diperlukan. Tabel NOC: INDIKATOR 1 2 3 4 5 Kemampuan komunikasi Komunikasi: kemampuan Ekspresif Komunikasi : kemampuan Reseptif Tabel NIC :Menejemen kerusakan komunikasi verbal Definisi Keadaan seorang individu yang mengalami penurunan, penundaan, atau tidak adanya kemampuan untuk menerima, memproses, menghantarkan, dan menggunakan system symbol segala sesuatu yang mempunyai arti (yaitu mengahantarkan arti) AKTIVITAS KEPERAWATAN Pengkajian 1. Kaji dan dokumentasikan tentang pasien menyangkut hal-hal berikut ini: • Bahasa utama: kemampuan untuk berbicara, menulis, membaca, dan memahami. • Kemampuan untuk melakukan komunikasi dengan staf dan keluarga. • Berespon terhadap sentuhan, jarak spasial, budaya, peran pria atau wanita dan yang dapat mempengaruhi komunikasi. Pendidikan untuk pasien/keluarga 1. Jelaskan kepada pasien mengapa dia tidak dapat berbicara atau memahami dengan tepat. 2. Jelaskan kepada pasien yang mengalami penurunan pendengaran bahwa suara akan terdengar berbeda bila menggunakan alat bantu dengar. 3. Pencapaian komunikasi: deficit wicara (NIC): • Intruksikan kepada pasien dan keluarga tentang pengguanaan alat bantu bicara (misalnya, prosthesis trakeoesofagus dan laring buatan.) • Ajarkan bicara dari esophagus dengan tepat. Aktivitas kolaboratif 1. Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan terapi bicara. 2. Pencapaian komunikasi: deficit wicara (NIC): • Gunakan penerjemah, sesuai dengan kebutuhan. • Anjurkan kebutuhan untuk follow –up dengan ahli patologi bicara setelah pulang. Aktivitas Lain 1. Anjurkan kunjungan keluarga ecara teratur untuk memberikan stimulasi sebagai komunikasi. 2. Anjurkan pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan mengulangi permintaan 3. Sering berikan pujian positif pada pasien yang berusaha untuk berkomunikasi. 4. Bicara perlahan dengan jarak dan tenang, menghadap kearah pasien. Table NOC INDIKATOR 1 2 3 4 5 Distorsi penglihatan Melaporkan adanya perubahan dalam ketepatan sensori Halusinasi Tabel NIC: Menejemen persepsi sensori Definisi Keadaan seorang individu yang mengalami suatu perubahan pada jumlah atau pola stimulus yang diterima, diikuti dengan suatu respon terhadap stimulus tersebut yang dihilangkan, dilebihkan, disampingkan, atau dirusakkan. AKTIFITAS KEPERAWATAN Pengkajian 1. Pantau dan dokumentasikan perubahan status neurologis pasien. 2. Pantau tingkat kesadaran pasien 3. Pengawasan: keamanan (NIC): • Pantau perubahan fungsi kognitif atau fisik pasien yang dapat mengarah pada perilaku yang tidak aman. • Pantau adanya barang-barang yang membahayakan dilingkungan. Aktivitas Kolaboratif 1. Adakan terapi okupasi rujukan, jika diperlukan Aktivitas lain 1. Pastikan akses ke dan penggunaan alat bantu sensori, seperti alat bantu dengr, dan kacamata. 2. Peningkatan komunikasi: deficit penglihatan (NIC): • Identifikasi diri anda saat memasuki area pasien. • Tingkatkan penglihatan pasien yang masih tersisa, jika diperlukan • Jangan menindahkan barang-barang di dalam kamar pasien tanpa memberitahukan pasien. Table Indikator NOC Indikator 1 2 3 4 5 Pengendalian resiko Perilaku keamanan: pencegahan jatuh Table NIC : Manajemen resiko cidera Definisi : Suatu kondisi individu yang beresiko untuk mengalami cidera sebagai akibat dari kondisi lingkungan yang berhubungan dengan sumber-sumber adaptif dan pertahanan. AKTIVITAS KEPERAWATAN Pengkajian 1. Identifikasi factor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan, misalnya perubahan status mental, tingkat keracunan, keletihan, usia, kematangan, pengobatan, dan deficit motorik/ sensorik (misalnya, berjalan dan keseimbangan). 2. Identifikasi factor lingkungan yang menungkinkan resiko jatuh (lantai licin, karpet yang sobek, anak tangga berlubang, jendela, dan kolam renang) Pendidikan untuk keluarga/ pasien 1. Ajarkan pasien/ keluarga teknik untuk mencegah luka di rumah. 2. Ajarkan pasien untuk berhati-hati dengan alat terapi panas. 3. Berikan materi pendidikan yang berhubungan dengan strategi dan tindakan untuk mencegah cedera. 4. Berikan informasi mengenai bahaya lingkungan dan karakteristiknya (misalnya, anak tangga, jendela, kunci lemari, kolam renang, jalan raya, dan gerbang. Aktifitas kolaboratif 1. Rujuk pada kelas pendidikan dalam komunitas. Aktivitas lain 1. Orientasikan kembali pasien terhadap realitas dan lingkungan saat ini bila dibutuhkan. 2. Bantu pasien dengan ambulansi, sesuai dengan kebutuhan. 3. Sediakan alat bantu berjalan (seperti tongkat dan walker) 4. Ajarkan pasien untuk meminta bantuan dengan gerakan, bila memungkinkan. Table NOC Indikator 1 2 3 4 5 Intake makanan oral Pemberian makanan lewat slang atau nutrisi parenteral total Asupan cairan total atau IV Berat badan dbn Table NIC : Manajemen kekuarangan nutrisi Definisi Keadaan individu yang mengalami kekurangan asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolic. AKTIVITAS KEPERAWATAN Pengkajian 1. Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan 2. Pengelolaan Nutrisi (NIC) • Ketahui makanan kesukaan pasien • Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi • Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan • Timbang pasien pada interval yang tepat Pendidikan untuk pasien/ keluarga 1. Ajarkan metode untuk perencanaan makan 2. Ajarkan pasien/ keluarga tentang makanan bergizi dan tidak mahal 3. Pengelolaan nutrisi (NIC): • Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya. Aktivitas kolaboratif 1. Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein untuk pasien dengan ketidakadekuatan asupan protein atau kehilangan protein atau kehilangan protein 2. Diskusikn dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan, makan pelengkap, pemberian makanan melalui selang, atau nutrisi parenteral total agar asupan kalori yang adekuat. Dapat dipertahankan. 3. Rujuk ke program gizi di komunitas yang tepat, jika pasien tidak dapat membeli atau menyiapkan makanan yang adekuat Aktivitas lain 1. Buat perencanaan dengan pasien untuk memasukkan ke dalam jadwal makan, lingkungan makan, kesukaan/ ketidak sukaan pasien, dan suhu makanan 2. Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien dari rumah 3. Bantu makan, sesuai dengan kebutuhan Tabel Intervensi Tgl/ Jam DK/Tujuan/ KH Intervensi Rasional Paraf DK: Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah: gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan perfusi jaringan serebral dapat teratasi. KH: • TD sistolik dan diastolic dalam rentang yang diharapkan • Tidak ada hipotensi ortostatik • Tidak ada bising pembuluh darah besar Pengkajian: 1. Pantau tanda vital: suhu tubuh, tekanan darah, nadi, dan respirasi 2. Pantau ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan reaktivitas pupil. 3. Pantau diplopia, nistagmus, penglihatan kabur, ketajaman penglihatan 4. Pantau sakit kepala 5. Pemantauan Tekanan Intrakranial (NIC): • Pantau TIK dan respons neurologis pasien terhadap aktivitas perawatan. • Pantau tekanan perfusi serebral.\ • Perhatikan perubahan pasien sebagai respons terhadap stimulus. Aktivitas Kolaborativ 1. Perhatikan parameter hemodinamik (misalnya, tekanan arteri sistemik) dalam rentang yang dianjurkan. 2. Berikan obat-obatan untuk meningkatkan volume intravaskuler, sesuai permintaan 3. Berikan obat yang menyebabkan hipertensi untuk mempertahankan tekanan perfusi serebral sesuai dengan permintaan. 4. Berikan Loop diuretic dan osmotic, sesuai dengan permintaan. 5. Tinggikan bagian kepala tempat tidur 0-45°, bergantung kepada pasien dan permintaan medis. Aktivitas Lain: 1. Perawatan sirkulasi NIC: • Gunakan stoking anti emboli (misalnya, stoking elastic atau pneumatic), bila diperlukan. Pengkajian: 1. Memantau tanda vital: suhu tubuh, tekanan darah, nadi, dan respirasi 2. Memantau ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan reaktivitas pupil. 3. Memantau diplopia, nistagmus, penglihatan kabur, ketajaman penglihatan 4. Memantau sakit kepala 5. Memantau Tekanan Intrakranial (NIC): • Memantau TIK dan respons neurologis pasien terhadap aktivitas perawatan. • Memantau tekanan perfusi serebral.\ • Memperhatikan perubahan pasien sebagai respons terhadap stimulus. Aktivitas Kolaborativ 1. Memperhatikan parameter hemodinamik (misalnya, tekanan arteri sistemik) dalam rentang yang dianjurkan. 2. Memberikan obat-obatan untuk meningkatkan volume intravaskuler, sesuai permintaan 3. Memberikan obat yang menyebabkan hipertensi untuk mempertahankan tekanan perfusi serebral sesuai dengan permintaan. 4. Memberikan Loop diuretic dan osmotic, sesuai dengan permintaan. 5. Meninggikan bagian kepala tempat tidur 0-45°, bergantung kepada pasien dan permintaan medis. Aktivitas Lain: 1. Perawatan sirkulasi NIC: • Mengunakan stoking anti emboli (misalnya, stoking elastic atau pneumatic), bila diperlukan. DK: Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek kerusakan pada hemisfer bahasa atau wicara (kiri atau kanan) Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan kerusakan komunikasi verbal dapat teratasi. KH: • Menggunakan bahasa tertulis, berbicara atau non verbal • Menggunakan bahasa isyarat • Menggunakan gambar dan menggambar • Pengakuan bahwa pesan diterima • Pertukaran pesan dengan orang lain Pengkajian: 1. Kaji dan dokumentasikan tentang pasien menyangkut hal-hal berikut ini: • Bahasa utama: kemampuan untuk berbicara, menulis, membaca, dan memahami. • Kemampuan untuk melakukan komunikasi dengan staf dan keluarga. • Berespon terhadap sentuhan, jarak spasial, budaya, peran pria atau wanita dan yang dapat mempengaruhi komunikasi. Pendidikan untuk pasien/ keluarga: 1. Jelaskan kepada pasien mengapa dia tidak dapat berbicara atau memahami dengan tepat. 2. Jelaskan kepada pasien yang mengalami penurunan pendengaran bahwa suara akan terdengar berbeda bila menggunakan alat bantu dengar. 3. Pencapaian komunikasi: deficit wicara (NIC): • Intruksikan kepada pasien dan keluarga tentang pengguanaan alat bantu bicara (misalnya, prosthesis trakeoesofagus dan laring buatan.) • Ajarkan bicara dari esophagus dengan tepat. Aktivitas Kolaborasi: 1. Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan terapi bicara. 2. Pencapaian komunikasi: deficit wicara (NIC): • Gunakan penerjemah, sesuai dengan kebutuhan. • Anjurkan kebutuhan untuk follow –up dengan ahli patologi bicara setelah pulang. Aktivitas lain: 1. Anjurkan kunjungan keluarga ecara teratur untuk memberikan stimulasi sebagai komunikasi. 2. Anjurkan pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan mengulangi permintaan 3. Sering berikan pujian positif pada pasien yang berusaha untuk berkomunikasi. 4. Bicara perlahan dengan jarak dan tenang, menghadap kearah pasien. Pengkajian: 1. Melakukan pendokumentasian tentang pasien menyangkut hal-hal berikut ini: • Menilai bahasa utama: kemampuan untuk berbicara, menulis, membaca, dan memahami. • Melakukan penilaian kemampuan untuk melakukan komunikasi dengan staf dan keluarga. • Pasien berespon terhadap sentuhan, jarak spasial, budaya, peran pria atau wanita dan yang dapat mempengaruhi komunikasi. Pendidikan untuk pasien/ keluarga: 1. Menjelaskan kepada pasien mengapa dia tidak dapat berbicara atau memahami dengan tepat. 2. Menjelaskan kepada pasien yang mengalami penurunan pendengaran bahwa suara akan terdengar berbeda bila menggunakan alat bantu dengar. 3. Pencapaian komunikasi: deficit wicara (NIC): • Mengintruksikan kepada pasien dan keluarga tentang pengguanaan alat bantu bicara (misalnya, prosthesis trakeoesofagus dan laring buatan.) • Mengajarkan pasien bicara dari esophagus dengan tepat. Aktivitas Kolaborasi: 1. Mengkonsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan terapi bicara. 2. Pencapaian komunikasi: deficit wicara (NIC): • Menggunakan penerjemah, sesuai dengan kebutuhan. • Menganjurkan kebutuhan untuk follow –up dengan ahli patologi bicara setelah pulang. Aktivitas lain: 1. Menganjurkan kunjungan keluarga ecara teratur untuk memberikan stimulasi sebagai komunikasi. 2. Menganjurkan pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan mengulangi permintaan 3. Memberikan pujian positif pada pasien yang berusaha untuk berkomunikasi. 4. Berbicara perlahan dengan jarak dan tenang, menghadap kearah pasien. DK: Perubahan persepsi sensori berhubugnan dengan stres psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh ansietas) Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan perubahan persepsi sensori dapat teratasi. KH: • Penuh perhatian, konsentrasi, dan orientasi. • Menunjukkan memori masa lalu, saat ini dan jangka panjang. • Berkomunikasi secara jelas dan tepat sesuai dengan usia dan kemampuan • Mengidentifikasi diri, orang lain yang penting, tempat saat ini, hari, bulan, tahun, dan musim yang benar. Pengkajian: 1. Pantau dan dokumentasikan perubahan status neurologis pasien. 2. Pantau tingkat kesadaran pasien 3. Pengawasan: keamanan (NIC): • Pantau perubahan fungsi kognitif atau fisik pasien yang dapat mengarah pada perilaku yang tidak aman. • Pantau adanya barang-barang yang membahayakan dilingkungan. Aktivitas Kolaborasi: 1. Adakan terapi okupasi rujukan, jika diperlukan Aktivitas lain: 1. Pastikan akses ke dan penggunaan alat bantu sensori, seperti alat bantu dengr, dan kacamata. 2. Peningkatan komunikasi: deficit penglihatan (NIC): • Identifikasi diri anda saat memasuki area pasien. • Tingkatkan penglihatan pasien yang masih tersisa, jika diperlukan • Jangan menindahkan barang-barang di dalam kamar pasien tanpa memberitahukan pasien. Pengkajian: 1. Melakukan pemantauan dan dokumentasi perubahan status neurologis pasien. 2. Memantau tingkat kesadaran pasien 3. Pengawasan: keamanan (NIC): • Memantau perubahan fungsi kognitif atau fisik pasien yang dapat mengarah pada perilaku yang tidak aman. • Memantau adanya barang-barang yang membahayakan dilingkungan. Aktivitas Kolaborasi: 1. Mengadakan terapi okupasi rujukan, jika diperlukan Aktivitas lain: 1. Memastikan akses ke dan penggunaan alat bantu sensori, seperti alat bantu dengr, dan kacamata. 2. Peningkatan komunikasi: deficit penglihatan (NIC): • Mengidentifikasi diri anda saat memasuki area pasien. • Meningkatkan penglihatan pasien yang masih tersisa, jika diperlukan • Tidak menindahkan barang-barang di dalam kamar pasien tanpa memberitahukan pasien. DK: Resiko tinggi terhadap cidera yang berhubungan dengan defisit lapang pandang motorik atau persepsi. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan resiko cidera dapat teratasi. KH: • Mempersiapkan lingkungan yang aman • Mengidentifikasi resiko yang meningkatkan kerentanan terhadap cidera. • Menghindari cidera fisik Pengkajian: 1. Identifikasi factor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan, misalnya perubahan status mental, tingkat keracunan, keletihan, usia, kematangan, pengobatan, dan deficit motorik/ sensorik (misalnya, berjalan dan keseimbangan). 2. Identifikasi factor lingkungan yang menungkinkan resiko jatuh (lantai licin, karpet yang sobek, anak tangga berlubang, jendela, dan kolam renang) Pendidikan untuk pasien/ keluarga: 1. Ajarkan pasien/ keluarga teknik untuk mencegah luka di rumah. 2. Ajarkan pasien untuk berhati-hati dengan alat terapi panas. 3. Berikan materi pendidikan yang berhubungan dengan strategi dan tindakan untuk mencegah cedera. 4. Berikan informasi mengenai bahaya lingkungan dan karakteristiknya (misalnya, anak tangga, jendela, kunci lemari, kolam renang, jalan raya, dan gerbang. Aktivitas Kolaborasi: 1. Rujuk pada kelas pendidikan dalam komunitas. Aktivitas lain: 1. Orientasikan kembali pasien terhadap realitas dan lingkungan saat ini bila dibutuhkan. 2. Bantu pasien dengan ambulansi, sesuai dengan kebutuhan. 3. Sediakan alat bantu berjalan (seperti tongkat dan walker) 4. Ajarkan pasien untuk meminta bantuan dengan gerakan, bila memungkinkan. Pengkajian: 1. Mengidentifikasi factor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan, misalnya perubahan status mental, tingkat keracunan, keletihan, usia, kematangan, pengobatan, dan deficit motorik/ sensorik (misalnya, berjalan dan keseimbangan). 2. Mengidentifikasi factor lingkungan yang menungkinkan resiko jatuh (lantai licin, karpet yang sobek, anak tangga berlubang, jendela, dan kolam renang) Pendidikan untuk pasien/ keluarga: 1. Mengajarkan pasien/ keluarga teknik untuk mencegah luka di rumah. 2. Mengajarkan pasien untuk berhati-hati dengan alat terapi panas. 3. Memberikan materi pendidikan yang berhubungan dengan strategi dan tindakan untuk mencegah cedera. 4. Memberikan informasi mengenai bahaya lingkungan dan karakteristiknya (misalnya, anak tangga, jendela, kunci lemari, kolam renang, jalan raya, dan gerbang. Aktivitas Kolaborasi: 1. Merujuk pada kelas pendidikan dalam komunitas. Aktivitas lain: 1. Mengorientasikan kembali pasien terhadap realitas dan lingkungan saat ini bila dibutuhkan. 2. Membantu pasien dengan ambulansi, sesuai dengan kebutuhan. 3. Menyediakan alat bantu berjalan (seperti tongkat dan walker) 4. Mengajarkan pasien untuk meminta bantuan dengan gerakan, bila memungkinkan. DK: Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan sekunder kehilangan kesadaran. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat terpenuhi KH: • Menjelaskan komponen keadekuatan diet bergizi • Mempertahankan masa tubuh dan berat badan dalam batas normal • Melaporkan keadekuatan tingkat energi Pengkajian: 1. Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan 2. Pengelolaan Nutrisi (NIC) • Ketahui makanan kesukaan pasien • Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi • Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan • Timbang pasien pada interval yang tepat Pendidikan untuk pasien/ keluarga: 1. Ajarkan metode untuk perencanaan makan 2. Ajarkan pasien/ keluarga tentang makanan bergizi dan tidak mahal 3. Pengelolaan nutrisi (NIC): • Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya. Aktivitas Kolaborasi: 1. Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein untuk pasien dengan ketidakadekuatan asupan protein atau kehilangan protein atau kehilangan protein 2. Diskusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan, makan pelengkap, pemberian makanan melalui selang, atau nutrisi parenteral total agar asupan kalori yang adekuat. Dapat dipertahankan. 3. Rujuk ke program gizi di komunitas yang tepat, jika pasien tidak dapat membeli atau menyiapkan makanan yang adekuat Aktivitas lain: 1. Buat perencanaan dengan pasien untuk memasukkan ke dalam jadwal makan, lingkungan makan, kesukaan/ ketidak sukaan pasien, dan suhu makanan 2. Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien dari rumah 3. Bantu makan, sesuai dengan kebutuhan Pengkajian: 1. Menentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan 2. Pengelolaan Nutrisi (NIC) • Mengetahui makanan kesukaan pasien • Mengentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi • Memantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan • Melakukan penimbangan berat badan pasien pada interval yang tepat Pendidikan untuk pasien/ keluarga: 1. Mengajarkan metode untuk perencanaan makan 2. Mengajarkan pasien/ keluarga tentang makanan bergizi dan tidak mahal 3. Pengelolaan nutrisi (NIC): • Memberikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya. Aktivitas Kolaborasi: 1. Mendiskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein untuk pasien dengan ketidakadekuatan asupan protein atau kehilangan protein atau kehilangan protein 2. Mendiskusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan, makan pelengkap, pemberian makanan melalui selang, atau nutrisi parenteral total agar asupan kalori yang adekuat. Dapat dipertahankan. 3. Merujuk ke program gizi di komunitas yang tepat, jika pasien tidak dapat membeli atau menyiapkan makanan yang adekuat Aktivitas lain: 1. Membuat perencanaan dengan pasien untuk memasukkan ke dalam jadwal makan, lingkungan makan, kesukaan/ ketidak sukaan pasien, dan suhu makanan 2. Mendukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien dari rumah. 3. Membantu makan, sesuai dengan kebutuhan   BAB IV PENUTUP 4.1 Simpulan CVA atau stroke merupakan salah satu manifestasi neurologi yang umum yang timbul secara mendadak sebagai akibat adanya gangguan suplai darah ke otak (Depkes, 1995). Stroke merupakan gangguan sirkulasi serebral dan merupakan satu gangguan neurologik pokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologik pada pembuluh darah serebral misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding pembuluh atau penyakit vaskuler dasar, misalnya arterosklerosis arteritis trauma aneurisma dan kelainan perkembangan (Price, 1995). Penyebab utama dari stroke diurutkan dari yang paling penting adalah arterosklerosis (trombosis) embolisme, hipertensi yang menimbulkan pendarahan srebral dan ruptur aneurisme sekular. Manifestasi klinis CVA atau stroke adalah kehilangan motorik disfungsi motorik yang paling umum adalah hemiplegi karena lesi pada otak yang berlawanan, hemparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh. 4.2 Saran Saran dari penulis untuk pembaca adalah agar pembaca memahami tentang penyakit CVA dan mengaplikasikan pada asuhan keperawatan.   DAFTAR PUSTAKA
SAP Hernia SAP (Satuan Acara Penyuluhan) - Pokok Bahasan : Hernia - Sub Pokok Bahasan : 1. Pengertian Hernia 2. Penyebab Hernia 3. Klasifikasi Hernia 4. Tanda Gejala Hernia 5. Penatalaksanaan Hernia - Hari dan Tanggal : ……….. - Tempat : ……….. - Waktu : 45 menit - Sasaran : ………… - Petugas : Dhewi Hany A 1. TIU(Tujuan Instruksional Umum) Setelah mengikuti penyuluhan selama 45 menit di harapkan: …….. mampu memahami/mengetahui/mengerti tentang Hernia. 2. TIK(Tujuan Instruksional Khusus) Setelah mengikuti penyuluhan selama 45 menit di harapkan : ………mampu memahami tentang: a. Menjelaskan kembali tentang pengertian Hernia b. Mengulang kembali Penyebab Hernia c. Mengulang kembali Tanda Gejala Hernia d. Menjelaskan Klasifikasi Hernia e. Mengulang kembali Penatalaksanaan Hernia 3. Materi a. Pengertian Hernia b. Penyebab Hernia c. Tanda Gejala Gizi Hernia d. Klasifikasi Hernia e. Penatalaksanaan Hernia Terlampir 4. Metode : Ceramah Tanya jawab 5. Media : - Flip chart, levlet 6. Kegiatan Belajar Mengajar No Waktu dan Tahap Kegiatan Pemberi Materi Kegiatan Sasaran Media 1 Tahap Orientasi (8 menit) 1. Mengucapkan Salam 2. Memperkenalkan Anggota kelompok 3. Menyampaikan TIU dan TIK 4. Apresepsi(Mengkaji Pengetahuan Sasaran) 5. Kontrak Bahasa 1. Menjawab Salam 2. Mendengarkan Perkenalan 3. Memperhatikan TIU dan TIK 4. MenyampaikanHal-hal tentang perkembangan remaja 5. Memilih bahasa Yang akan digunakan Tahap kerja (15 menit) 1. Menjelaskan Tentang: a. Pengertian Hernia b. Penyebab Hernia c. Tanda Gejala Hernia d. Klasifikasi Hernia e. Penatalaksanaan Hernia 2. Memberi Kesempatan Bertanya kepada Sasaran 3. Menjawab pertanyaan dari sasaran Memberikan Rein Forcement 1. Memperhatikan Penjelasan 2. Memperhatikan penjelasan 3. Sasaran Mengajuka Pertanyaan 4. Mendengarkan Jawaban dari Presentator 5. Merasa dihargai dan senang -Flip chart Tahap Terminasi (7 menit) 1. Evaluasi Penyuluhan 2. Menyimpulkan 3. Kontrak waktu berikutnya 4. Menutup dengan Salam 1. Menjawab Pertanyaan 2. Memperhatikan 3. Menjawab 4. Menjawab Salam 7. Evaluasi a. Prosedur - Pertanyaan lisan tentang - Pengertian Hernia - Penyebab Hernia - Tanda Gejala Hernia - Klasifikasi Hernia - Penatalaksanaan Hernia b. Kriteria - Struktur : - Menyiapkan SAP - Menyiapkan media - Menyiapkan tempat - Kontrak waktu dengan sasaran - Proses : - Sasaran memperhatikan saat diberi pendidikan Kesehatan - Sasaran aktif bertanya - Sasaran mampu mengulangi materi yang diberikan oleh presentator - -Hasil : -Sasaran mampu menjawab pertanyaan - > 80% = Berhasil - 50-80% = Cukup - < 50% = Kurang berhasil LAMPIRAN MATERI A. Definisi - Adalah suatu benjolan/penonjolan isi perut dari rongga normal melalui lubang kongenital atau didapat(1). - Adalah penonjolan usus melalui lubang abdomen atau lemahnya area dinding abdomen (3). - Is the abnormal protrusion of an organ, tissue, of part of an organ through the structure that normally cotains it (1). Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hernia adalah penonjolan dari isi perut dalam rongga normal melalui lubang yang kongenital ataupun didapat. B. Etiologi - Dinding rongga lemah atau kelemahan otot - Kongenital - Faktor-faktor semasa hidup ( sering mengejan, obesitas, mengangkat beban berat) Hernia dapat terjadi karena lubang embrional yang tidak menutup atau melebar, atau akibat tekanan rongga perut yang meninggi (2). C. Klasifikasi 1. Menurut Lokasi : hernia inguinalis, hernia umbilikalis, hernia femoralis dan hernia Scrotalis. 2. Urut isinya : hernia usus halus, hernia omentum, dan sebagainya. 3. Menurut letak penonjolan : hernia eksterna (hernia ingunalis, hernia serofalis dan sebagainya). Hernia inferna tidak terlihat dari luar (hernia diafragmatika, hernia foramen winslowi, hernia obturatoria). 4. Causanya : hernia congenital, hernia traumatika, hernia visional dan sebagainya. 5. Keadaannya : hernia responbilis, hernia irreponibilis, hernia inkarserata, hernia strangulata. D. Tanda dan Gejala Umumnya penderita menyatakan turun berok, burut atau kelingsir atau menyatakan adanya benjolan di selakanganya/kemaluan.bnjolan itu bisa mengecil atau menghilang, dan bila menangis mengejan waktu defekasi/miksi, mengangkat benda berat akan timbul kembali. Dapat pula ditemukan rasa nyeri pada benjolan atau gejala muntah dan mual bila telah ada komplikasi. E. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diameter anulus inguinalis F. Penatalaksanaan - Pada hernia inguinalis lateralis reponibilis maka dilakukan tindakan bedah efektif karena ditakutkan terjadi komplikasi. - Pada yang ireponibilis, maka diusahakan agar isi hernia dapat dimasukkan kembali. Pasien istirahat baring dan dipuasakan atau mendapat diit halus. Dilakukan tekanan yang kontinyu pada benjolan misalnya dengan bantal pasir. Baik juga dilakukan kompres es untuk mengurangi pembengkakan. Lakukan usaha ini berulang-ulang sehingga isi hernia masuk untuk kemudian dilakukan bedah efektif di kemudian hari atau menjadi inkarserasi. - Pada inkerserasi dan strangulasi maka perlu dilakukan bedah darurat. Tindakan bedah pada hernia ini disebut herniotomi (memotong hernia dan herniorafi (menjahit kantong hernia). Pada bedah efektif manalis dibuka, isi hernia dimasukkan,kantong diikat dan dilakukan “bassin plasty” untuk memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Pada bedah darurat, maka prinsipnya seperti bedah efektif. Cincin hernia langsung dicari dan dipotong. Usus dilihat apakah vital/tidak. Bila tidak dikembalikan ke rongga perut dan bila tidak dilakukan reseksi usus dan anastomois “end to end”. Pengertian Hernia adalah suatu penonjolan isi suatu rongga melalui pembukaan yang abnormal atau kelemahannya suatu area dari suatu dinding pada rongga dimana ia terisi secara normal (Lewis,SM, 2003). Hernia inguinalis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus/lateralis menelusuri kanalis inguinalis dan keluar rongga abdomen melalui anulus inguinalis externa/medialis (Mansjoer A,dkk 2000). Hernia inguinalis adalah prolaps sebagian usus ke dalam anulus inginalis di atas kantong skrotum, disebabkan oleh kelemahan atau kegagalan menutup yang bersifat kongenital. ( Cecily L. Betz, 2004). Hernia Inguinalis adalah suatu penonjolan kandungan ruangan tubuh melalui dinding yang dalam keadaan normal tertutup (Ignatavicus,dkk 2004).
SAP Hernia SAP (Satuan Acara Penyuluhan) - Pokok Bahasan : Hernia - Sub Pokok Bahasan : 1. Pengertian Hernia 2. Penyebab Hernia 3. Klasifikasi Hernia 4. Tanda Gejala Hernia 5. Penatalaksanaan Hernia - Hari dan Tanggal : ……….. - Tempat : ……….. - Waktu : 45 menit - Sasaran : ………… - Petugas : Dhewi Hany A 1. TIU(Tujuan Instruksional Umum) Setelah mengikuti penyuluhan selama 45 menit di harapkan: …….. mampu memahami/mengetahui/mengerti tentang Hernia. 2. TIK(Tujuan Instruksional Khusus) Setelah mengikuti penyuluhan selama 45 menit di harapkan : ………mampu memahami tentang: a. Menjelaskan kembali tentang pengertian Hernia b. Mengulang kembali Penyebab Hernia c. Mengulang kembali Tanda Gejala Hernia d. Menjelaskan Klasifikasi Hernia e. Mengulang kembali Penatalaksanaan Hernia 3. Materi a. Pengertian Hernia b. Penyebab Hernia c. Tanda Gejala Gizi Hernia d. Klasifikasi Hernia e. Penatalaksanaan Hernia Terlampir 4. Metode : Ceramah Tanya jawab 5. Media : - Flip chart, levlet 6. Kegiatan Belajar Mengajar No Waktu dan Tahap Kegiatan Pemberi Materi Kegiatan Sasaran Media 1 Tahap Orientasi (8 menit) 1. Mengucapkan Salam 2. Memperkenalkan Anggota kelompok 3. Menyampaikan TIU dan TIK 4. Apresepsi(Mengkaji Pengetahuan Sasaran) 5. Kontrak Bahasa 1. Menjawab Salam 2. Mendengarkan Perkenalan 3. Memperhatikan TIU dan TIK 4. MenyampaikanHal-hal tentang perkembangan remaja 5. Memilih bahasa Yang akan digunakan Tahap kerja (15 menit) 1. Menjelaskan Tentang: a. Pengertian Hernia b. Penyebab Hernia c. Tanda Gejala Hernia d. Klasifikasi Hernia e. Penatalaksanaan Hernia 2. Memberi Kesempatan Bertanya kepada Sasaran 3. Menjawab pertanyaan dari sasaran Memberikan Rein Forcement 1. Memperhatikan Penjelasan 2. Memperhatikan penjelasan 3. Sasaran Mengajuka Pertanyaan 4. Mendengarkan Jawaban dari Presentator 5. Merasa dihargai dan senang -Flip chart Tahap Terminasi (7 menit) 1. Evaluasi Penyuluhan 2. Menyimpulkan 3. Kontrak waktu berikutnya 4. Menutup dengan Salam 1. Menjawab Pertanyaan 2. Memperhatikan 3. Menjawab 4. Menjawab Salam 7. Evaluasi a. Prosedur - Pertanyaan lisan tentang - Pengertian Hernia - Penyebab Hernia - Tanda Gejala Hernia - Klasifikasi Hernia - Penatalaksanaan Hernia b. Kriteria - Struktur : - Menyiapkan SAP - Menyiapkan media - Menyiapkan tempat - Kontrak waktu dengan sasaran - Proses : - Sasaran memperhatikan saat diberi pendidikan Kesehatan - Sasaran aktif bertanya - Sasaran mampu mengulangi materi yang diberikan oleh presentator - -Hasil : -Sasaran mampu menjawab pertanyaan - > 80% = Berhasil - 50-80% = Cukup - < 50% = Kurang berhasil LAMPIRAN MATERI A. Definisi - Adalah suatu benjolan/penonjolan isi perut dari rongga normal melalui lubang kongenital atau didapat(1). - Adalah penonjolan usus melalui lubang abdomen atau lemahnya area dinding abdomen (3). - Is the abnormal protrusion of an organ, tissue, of part of an organ through the structure that normally cotains it (1). Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hernia adalah penonjolan dari isi perut dalam rongga normal melalui lubang yang kongenital ataupun didapat. B. Etiologi - Dinding rongga lemah atau kelemahan otot - Kongenital - Faktor-faktor semasa hidup ( sering mengejan, obesitas, mengangkat beban berat) Hernia dapat terjadi karena lubang embrional yang tidak menutup atau melebar, atau akibat tekanan rongga perut yang meninggi (2). C. Klasifikasi 1. Menurut Lokasi : hernia inguinalis, hernia umbilikalis, hernia femoralis dan hernia Scrotalis. 2. Urut isinya : hernia usus halus, hernia omentum, dan sebagainya. 3. Menurut letak penonjolan : hernia eksterna (hernia ingunalis, hernia serofalis dan sebagainya). Hernia inferna tidak terlihat dari luar (hernia diafragmatika, hernia foramen winslowi, hernia obturatoria). 4. Causanya : hernia congenital, hernia traumatika, hernia visional dan sebagainya. 5. Keadaannya : hernia responbilis, hernia irreponibilis, hernia inkarserata, hernia strangulata. D. Tanda dan Gejala Umumnya penderita menyatakan turun berok, burut atau kelingsir atau menyatakan adanya benjolan di selakanganya/kemaluan.bnjolan itu bisa mengecil atau menghilang, dan bila menangis mengejan waktu defekasi/miksi, mengangkat benda berat akan timbul kembali. Dapat pula ditemukan rasa nyeri pada benjolan atau gejala muntah dan mual bila telah ada komplikasi. E. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diameter anulus inguinalis F. Penatalaksanaan - Pada hernia inguinalis lateralis reponibilis maka dilakukan tindakan bedah efektif karena ditakutkan terjadi komplikasi. - Pada yang ireponibilis, maka diusahakan agar isi hernia dapat dimasukkan kembali. Pasien istirahat baring dan dipuasakan atau mendapat diit halus. Dilakukan tekanan yang kontinyu pada benjolan misalnya dengan bantal pasir. Baik juga dilakukan kompres es untuk mengurangi pembengkakan. Lakukan usaha ini berulang-ulang sehingga isi hernia masuk untuk kemudian dilakukan bedah efektif di kemudian hari atau menjadi inkarserasi. - Pada inkerserasi dan strangulasi maka perlu dilakukan bedah darurat. Tindakan bedah pada hernia ini disebut herniotomi (memotong hernia dan herniorafi (menjahit kantong hernia). Pada bedah efektif manalis dibuka, isi hernia dimasukkan,kantong diikat dan dilakukan “bassin plasty” untuk memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Pada bedah darurat, maka prinsipnya seperti bedah efektif. Cincin hernia langsung dicari dan dipotong. Usus dilihat apakah vital/tidak. Bila tidak dikembalikan ke rongga perut dan bila tidak dilakukan reseksi usus dan anastomois “end to end”. Pengertian Hernia adalah suatu penonjolan isi suatu rongga melalui pembukaan yang abnormal atau kelemahannya suatu area dari suatu dinding pada rongga dimana ia terisi secara normal (Lewis,SM, 2003). Hernia inguinalis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus/lateralis menelusuri kanalis inguinalis dan keluar rongga abdomen melalui anulus inguinalis externa/medialis (Mansjoer A,dkk 2000). Hernia inguinalis adalah prolaps sebagian usus ke dalam anulus inginalis di atas kantong skrotum, disebabkan oleh kelemahan atau kegagalan menutup yang bersifat kongenital. ( Cecily L. Betz, 2004). Hernia Inguinalis adalah suatu penonjolan kandungan ruangan tubuh melalui dinding yang dalam keadaan normal tertutup (Ignatavicus,dkk 2004).

Tuesday, December 18, 2012


BAB I
PENDAHULUAN


1.  LATAR BELAKANG
            Apa anemia itu? Anemia adalah keadaan dimana kadar sel-sel darah merah dan hemoglobin dalam darah kurang dari normal. Hemoglobin terdapat dalam sel-sel darah merah dan merupakan pigmen pemberi warna merah sekaligus pembawa oksigen dari paru-paru ke seluruh sel-sel tubuh. Oksigen ini akan digunakan untuk membakar gula dan lemak menjadi energy. Hal ini dapat menjelaskan mengapa kurang darah dapat menyebabkanng gejala lemah dan lesu yang tidak biasa.Paru-paru dan jantung juga terpaksa kerja keras untuk mendapatkan oksigen dari darah yang menyebabkan nafas terasa pendek.
            Walaupun gejalanya tidak terlihat atau samar-samar dalam jangka waktu lama.Kondisi ini tetap dapat membahayakan jiwa jika dibiarkan dan tidak diobati.Jika anda mengalami gejala lemah lesu berkepanjangan, sebaiknya segera periksakan diri ke dokter untuk mengetahui penyebabny. Anemia biasanya terdeteksi atau sedikitnya dapat dipastikan setelah pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar sel darah merah , hemotokrit dan hemoglobin. Pengobatan bisa bervariasi tergantung pada diagnosisnya.
            Sel-sel darah baru dibuat setiap hari dalam sumsum tulang belakang.Zat gizi yan diperlukan untuk pembuatan sel-sel ini adalah besi, protein dan vitamin terutama asam folat dan B12.Dari semua ini, besi dan protein yang paling penting dalam pembentukan hemoglobin. Setiap orang harus memiliki sekitar 15 gram hemoglobin per 100 ml darah dan jumlah darah sekitar lima juta sel darah merah per millimeter darah.









BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Anemia
            Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 100 ml darah.(Ngastiyah, 1997).
Secara fisiologis, anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan sehingga tubuh akan mengalami hipoksia. Anemia bukan suatu penyakit atau diagnosis melainkan merupakan pencerminan ke dalam suatu penyakit atau dasar perubahan patofisilogis yang diuraikan oleh anamnese dan pemeriksaan fisik yang teliti serta didukung oleh pemeriksaan laboratorium.
B.     Manifestasi klinik
Pada anemia, karena semua sistem organ dapat terlibat, maka dapat menimbulkan manifestasi klinik yang luas. Manifestasi ini bergantung pada:
(1) kecepatan timbulnya anemia
(2) umur individu
(3) mekanisme kompensasinya
(4) tingkat aktivitasnya
(5) keadaan penyakit yang mendasari, dan
(6) parahnya anemia tersebut.
            Karena jumlah efektif sel darah merah berkurang, maka  lebih sedikit O2 yang dikirimkan ke jaringan. Kehilangan darah yang mendadak (30% atau lebih), seperti pada perdarahan, menimbulkan simtomatoogi sekunder hipovolemia dan hipoksemia. Namun pengurangan hebat massa sel darah merah dalam waktu beberapa bulan (walaupun pengurangannya 50%) memungkinkan mekanisme kompensasi tubuh untuk menyesuaikan diri, dan biasanya penderita asimtomatik, kecuali pada kerja jasmani berat.
Mekanisme kompensasi bekerja melalui:
(1) peningkatan curah jantung dan pernafasan, karena itu menambah pengiriman O2
            ke jaringan-jaringan oleh sel darah merah
(2) meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin
(3) mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan,  dan
(4) redistribusi aliran darah ke organ-organ vital (deGruchy, 1978 ). 4.

C.    Etiologi
1.      Karena cacat sel darah merah (SDM)
            Sel darah merah mempunyai komponen penyusun yang banyak sekali. Tiap-tiap komponen ini bila mengalami cacat atau kelainan, akan menimbulkan masalah bagi SDM sendiri, sehingga sel ini tidak berfungsi sebagai mana mestinya dan dengan cepat mengalami penuaan dan segera dihancurkan. Pada umumnya cacat yang dialami SDM menyangkut senyawa-senyawa protein yang menyusunnya. Oleh karena kelainan ini menyangkut protein, sedangkan sintesis protein dikendalikan oleh gen di DNA.
2.      Karena kekurangan zat gizi
            Anemia jenis ini merupakan salah satu anemia yang disebabkan oleh faktor                                                                                                                          
luar tubuh, yaitu kekurangan salah satu zat gizi. Anemia karena kelainan dalam SDM   disebabkan oleh faktor konstitutif yang menyusun sel tersebut. Anemia jenis ini tidak dapat diobati, yang dapat dilakukan adalah hanya memperpanjang usia SDM sehingga mendekati umur yang seharusnya, mengurangi beratnya gejala atau bahkan hanya mengurangi penyulit yang terjadi.
3.      Karena perdarahan
          Kehilangan darah dalam jumlah besar tentu saja akan menyebabkan kurangnya jumlah SDM dalam darah, sehingga terjadi anemia. Anemia karena perdarahan besar  dan dalam waktu singkat ini secara nisbi jarang terjadi. Keadaan ini biasanya terjadi karena kecelakaan dan bahaya yang diakibatkannya langsung disadari. Akibatnya, segala usaha akan dilakukan untuk mencegah perdarahan dan kalau mungkin mengembalikan jumlah darah ke keadaan semula, misalnya dengan tranfusi.
4.      Karena otoimun
       Dalam keadaan tertentu, sistem imun tubuh dapat mengenali dan menghancurkan bagian-bagian tubuh yang biasanya tidak dihancurkan. Keadaan ini sebanarnya tidak seharusnya terjadi dalam jumlah besar. Bila hal tersebut terjadi terhadap SDM, umur SDM akan memendek karena dengan cepat dihancurkan oleh sistem imun. 1.

      D.    Diagnosis (gejala atau tanda-tanda)
Tanda-tanda yang paling sering  dikaitkan dengan anemia adalah:
      1.       kelelahan, lemah, pucat, dan kurang bergairah
      2.      sakit kepala, dan mudah marah
      3.      tidak mampu berkonsentrasi, dan rentan terhadap infeksi
      4.      pada anemia yang kronis menunjukkan bentuk kuku seperti sendok dan rapuh, pecah-pecah pada sudut mulut, lidah lunak dan sulit menelan.
            Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan kedalaman serta distribusi kapiler mempengaruhi warna kulit, maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat diandalkan.Warna kuku, telapak tangan, dan membran mukosa mulut serta konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.
        Takikardia dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh kecepatan aliran darah yang meningkat) menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat.Angina (sakit dada), khususnya pada penderita yang tua dengan stenosis koroner, dapat diakibatkan karena iskemia miokardium. Pada anemia berat, dapat menimbulkan payah jantung kongesif sebab otot jantung yang kekurangan oksigen tidak dapat menyesuaikan diri dengan beban kerja jantung yang meningkat. Dispnea (kesulitan bernafas), nafas pendek, dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman O2. Sakit kepala, pusing, kelemahan dan tinnitus (telinga berdengung) dapat menggambarkan berkurangnya oksigenasi pada susunan saraf pusat. Pada anemia yang berat dapat juga timbul gejala saluran cerna yang umumnya berhubungan dengan keadaan defisiensi. Gejala-gejala ini adalah anoreksia, nausea, konstipasi atau diare dan stomatitis (sariawan lidah dan mulut).

      E.     PATOFISIOLOGI
            Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangasel darah merah secara berlebihan atau keduanya.  Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui.  Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
            Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa.  Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah.  Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
            Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemolitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia).  Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria). 
            Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
Anemia
viskositas darah menurun
resistensi aliran darah perifer
penurunan transport O2 ke jaringan
hipoksia, pucat, lemah
beban jantung meningkat
kerja jantung meningkat
payah jantung



      F.     Klasifikasi anemia 
            Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro menunjukkan ukuran sel darah merah sedangkan kromik menunjukkan warnanya. Sudah dikenal tiga klasifikasi besar.
Yang pertama adalah anemia normositik normokrom. Dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang.
          Kategori besar yang kedua adalah anemia makrositik normokrom. Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab agen-agen yang digunakan mengganggu metabolisme sel.
           Kategori anemia ke tiga adalah anemia mikrositik hipokrom. Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal. Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan
darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit hemoglobin abnormal kongenital).
Anemia dapat juga diklasifikasikan  menurut etiologinya. Penyebab utama yang dipikirkan adalah
 (1) meningkatnya kehilangan sel darah merah dan
 (2) penurunan atau gangguan pembentukan sel.
 Meningkatnya kehilangan sel darah merah dapat disebabkan oleh perdarahan atau oleh penghancuran sel. Perdarahan dapat disebabkan oleh trauma atau tukak, atau akibat pardarahan kronik karena polip pada kolon, penyakit-penyakit keganasan, hemoriod atau menstruasi. Penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi, dikenal dengan nama hemolisis, terjadi bila gangguan pada sel darah merah itu sendiri yang memperpendek
hidupnya atau karena perubahan lingkungan yang mengakibatkan penghancuran sel darah merah. Keadaan dimana sel darah merah itu sendiri terganggu adalah:
1. hemoglobinopati, yaitu hemoglobin abnormal yang diturunkan, misal nya anemia sel sabit                        
2. gangguan sintetis globin misalnya talasemia
3. gangguan membran sel darah merah misalnya sferositosis herediter
4.defisiensi enzim misalnya defisiensi G6PD (glukosa 6-fosfat dehidrogenase).
        Yang disebut diatas adalah gangguan herediter. Namun, hemolisis dapat juga disebabkan oleh gangguan lingkungan sel darah merah yang seringkali memerlukan respon imun. Respon isoimun mengenai berbagai individu dalam spesies yang sama dan diakibatkan oleh tranfusi darah yang tidak cocok. Respon otoimun terdiri dari pembentukan antibodi terhadap sel-sel darah merah itu sendiri. Keadaan yang di namakan anemia hemolitik otoimun dapat timbul tanpa sebab yang diketahui setelah pemberian suatu obat tertentu seperti alfa-metildopa, kinin, sulfonamida, L-dopa atau pada penyakit-penyakit seperti limfoma, leukemia limfositik kronik, lupus eritematosus, artritis reumatorid dan infeksi  virus. Anemia hemolitik otoimun selanjutnya diklasifikasikan menurut suhu dimana antibodi bereaksi dengan sel-sel darah merah –antibodi tipe panas atau antibodi tipe dingin.
        Malaria adalah penyakit parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang terinfeksi. Penyakit ini akan menimbulkan anemia hemolitik berat ketika sel darah merah diinfestasi oleh parasit plasmodium, pada keadaan ini terjadi kerusakan pada sel darah merah, dimana permukaan sel darah merah tidak teratur. Sel darah merah yang terkena akan segera dikeluarkan dari peredaran darah oleh limpa(Beutler, 1983)
         Hipersplenisme (pembesaran limpa, pansitopenia, dan sumsum tulang hiperselular atau normal) dapat juga menyebabkan hemolisis akibat penjeratan dan penghancuran sel darah merah. Luka bakar yang berat khususnya jika kapiler pecah dapat juga mengakibatkan hemolisis.
        Klasifikasi etiologi utama yang kedua adalah pembentukan sel darah merah yang berkurang atau terganggu (diseritropoiesis). Setiap keadaan yang mempengaruhi fungsi sumsum tulang dimasukkan dalam kategori ini. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah:
1)      keganasan yang tersebar seperti kanker payudara, leukimia dan multipel mieloma; obat dan zat kimia toksik; dan penyinaran dengan radiasi dan
2)      penyakit-penyakit menahun yang melibatkan ginjal dan hati, penyakit-penyakit infeksi dan defiensi endokrin.
3)      Kekurangan vitamin penting seperti vitamin B12, asam folat, vitamin C dan besi dapat mengakibatkan pembentukan sel darah merah tidak efektif sehingga menimbulkan anemia. Untuk menegakkan diagnosis anemia harus digabungkan pertimbangan morfologis dan    etiologi. 4.

a)      Anemia aplastik
        Anemia aplastik adalah suatu gangguan pada sel-sel induk disumsum tulang yang dapat menimbulkan kematian, pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang dihasilkan tidak memadai. Penderita mengalami pansitopenia yaitu kekurangan  sel darah merah, sel darah putih dan trombosit. Secara morfologis sel-sel darah merah terlihat normositik dan normokrom, hitung retikulosit rendah atau hilang dan biopsi sumsum tulang menunjukkan suatu keadaan yang disebut “pungsi kering” dengan hipoplasia yang nyata dan terjadi pergantian dengan jaringan lemak. Langkah-langkah pengobatan terdiri dari mengidentifikasi dan menghilangkan agen penyebab.Namun pada beberapa keadaan tidak dapat ditemukan agen penyebabnya dan keadaan ini disebut idiopatik.Beberapa keadaan seperti ini diduga merupakan keadaan imunologis. 4.

b)      Gejala-gejala anemia aplastik
        Kompleks gejala anemia aplastik berkaitan dengan pansitopenia. Gejala-gejala lain yang berkaitan dengan anemia adalah defisiensi trombosit dan sel darah putih.
Defisiensi trombosit dapat mengakibatkan:
(1)ekimosis dan ptekie (perdarahan dalam kulit)
(2)epistaksis (perdarahan hidung)
(3)perdarahan saluran cerna
(4)perdarahan saluran kemih
(5)perdarahan susunan saraf pusat.
Defisiensi sel darah putih mengakibatkan lebih mudahnya terkena infeksi.
            Aplasia berat disertai pengurangan atau tidak adanya retikulosit jumlah granulosit yang kurang dari 500/mm3 dan jumlah trombosit yang kurang dari 20.000 dapat
mengakibatkan kematian dan infeksi dan/atau perdarahan dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Namun penderita yang lebih ringan dapat hidup bertahun- tahun.Pengobatan terutama dipusatkan pada perawatan suportif sampai terjadi penyembuhan sumsum tulang. Karena infeksi dan perdarahan yang disebabkan oleh defisiensi sel lain merupakan penyebab utama kematian maka penting untuk mencegah perdarahan dan infeksi. 4.
c)      Pencegahan anemia aplastik dan terapi yang di lakukan
        Tindakan pencegahan dapat mencakup lingkungan yang dilindungi (ruangan dengan aliran udara yang mendatar atau tempat yang nyaman) dan higiene yang baik.Pada pendarahan dan/atau infeksi perlu dilakukan terapi komponen darah yang bijaksana, yaitu sel darah merah, granulosit dan trombosit dan antibiotik.Agen-agen perangsang sumsum tulang seperti androgen diduga menimbulkan eritropoiesis, tetapi efisiensinya tidak menentu. Penderita anemia aplastik kronik dipertahankan pada hemoglobin (Hb) antara 8 dan 9 g dengan tranfusi darah yang periodik.
            Penderita anemia aplastik berusia muda yang terjadi secara sekunder akibat kerusakan sel induk memberi respon yang baik terhadap tranplantasi sumsum tulang dari donor yang cocok (saudara kandung dengan antigen leukosit manusia [HLA] yang cocok). Pada kasus-kasus yang  dianggap terjadi reaksi imunologis maka digunakan globulin antitimosit (ATG) yang mengandung antibodi untuk melawan sel T manusia untuk mendapatkan remisi sebagian. Terapi semacam ini dianjurkan untuk penderita yang agak tua atau untuk penderita yang tidak mempunyai saudara kandung yang cocok.

d)     Anemia defisiensi besi
        Anemia defisiensi besi secara morfologis diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintetis hemoglobin.
Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia. Khususnya terjadi pada wanita usia subur, sekunder karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama hamil.
            Penyebab lain defisiensi besi adalah:
1.      (1)asupan besi yang tidak cukup misalnya pada bayi yang diberi makan susu belaka                                                                           sampai usia antara 12-24 bulan dan pada individu tertentu yang hanya memakan sayur- sayuran saja.
2.      gangguan absorpsi seperti setelah gastrektomi dan
3.      kehilangan darah yang menetap seperti pada perdarahan saluran cerna yang lambat karena polip, neoplasma, gastritis varises esophagus, makan aspirin dan hemoroid.
4.      Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa rata-rata mengandung 3 sampai 5 g besi, bergantung pada jenis kelamin dan besar tubuhnya. Hampir dua pertiga besi terdapat dalam hemoglobin yang dilepas pada proses penuaan serta kematian sel dan diangkut melalui transferin plasma ke sumsum tulang untuk eritropoiesis. Dengan kekecualian dalam jumlah yang kecil dalam mioglobin (otot) dan dalam enzim-enzim hem, sepertiga
5.      sisanya disimpan dalam hati, limpa dan dalam sumsum tulang sebagai feritin dan sebagai hemosiderin untuk kebutuhan-kebutuhan lebih lanjut.

e)      Patofisiologi anemia defisiensi besi
            Walaupun dalam diet rata-rata terdapat 10 - 20 mg besi, hanya sampai 5% - 10% (1 - 2 mg) yang sebenarnya sampai diabsorpsi.Pada persediaan besi berkurang maka besi dari diet tersebut diserap lebih banyak. Besi yang dimakan diubah menjadi besi fero dalam lambung dan duodenum; penyerapan besi terjadi pada duodenum dan jejunum proksimal. Kemudian besi diangkut oleh transferin plasma ke sumsum tulang untuk sintesis hemoglobin atau ke tempat penyimpanan di jaringan.

f)       Tanda dan gejala anemia pada penderita defisiensi besi
            Setiap milliliter darah mengandung 0,5 mg besi. Kehilangan besi umumnya sedikit sekali, dari 0,5 sampai 1 mg/hari. Namun wanita yang mengalami menstruasi kehilangan tambahan 15 sampai 28 mg/bulan. Walaupun kehilangan darah karena menstruasi berhenti selama hamil, kebutuhan besi harian tetap meningkat, hal ini terjadi oleh karena volume darah ibu selama hamil meningkat, pembentukan plasenta, tali pusat dan fetus, serta mengimbangi darah yang hilang pada waktu melahirkan.
            Selain tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh anemia, penderita defisiensi besi yang berat (besi plasma lebih kecil dari 40 mg/ 100 ml;Hb 6 sampai 7 g/100 ml)mempunyai rambut yang rapuh dan halus serta kuku tipis, rata, mudah patah dan sebenarnya berbentuk seperti sendok (koilonikia). Selain itu atropi papilla lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah daging, dan meradang dan sakit. Dapat juga timbul stomatitis angularis, pecah-pecah dengan kemerahan dan rasa sakit di sudut-sudut mulut.
            Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah merah normal atau hampir normal dan kadar hemoglobin berkurang. Pada sediaan hapus darah perifer, eritrosit mikrositik dan hipokrom disertain poikilositosis dan aniositosis. Jumlah retikulosit mungkin normal atau berkurang. Kadar besi berkurang walaupun kapasitas meningkat besi serum meningkat.

g)      Pengobatan anemia pada penderita defisiensi besi
            Pengobatan defisiensi besi mengharuskan identifikasi dan menemukan penyebab dasar anemia. Pembedahan mungkin diperlukan untuk menghambat perdarahan aktif
yang diakibatkan oleh polip, tukak, keganasan dan hemoroid; perubahan diet mungkin diperlukan untuk bayi yang hanya diberi makan susu atau individu dengan idiosinkrasi makanan atau yang menggunakan aspirin dalam dosis besar. Walaupun modifikasi diet dapat menambah besi yang tersedia (misalnya hati, masih dibutuhkan suplemen besi untuk meningkatkan hemoglobin dan mengembalikan persediaan besi.Besi tersedia dalam bentuk parenteral dan oral.Sebagian penderita memberi respon yang baik terhadap senyawa-senyawa oral seperti ferosulfat.Preparat besi parenteral digunakan secara sangat selektif, sebab harganya mahal dan mempunyai insidens besar terjadi reaksi yang merugikan.

h)      Anemia megaloblastik
            Anemia megaloblastik diklasifikasikan menurut morfologinya sebagai anemia makrositik normokrom.

i)        . Sebab-sebab atau gejala anemia megaloblastik
            Anemia megaloblastik sering disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asam folat yang mengakibatkan sintesis DNA terganggu. Defisiensi ini mungkin sekunder karena malnutrisi, malabsorpsi, kekurangan faktor intrinsik  (seperti terlihat pada anemia pernisiosa dan postgastrekomi) infestasi parasit, penyakit usus dan keganasan, serta agen kemoterapeutik. Individu dengan infeksi cacing pita (dengan Diphyllobothrium latum) akibat makan ikan segar yang terinfeksi, cacing pita berkompetisi dengan hospes dalam mendapatkan vitamin B12 dari makanan, yang mengakibatkan anemia megaloblastik (Beck, 1983).
            Walaupun anemia pernisiosa merupakan prototip dari anemia megaloblastik defisiensi folat lebih sering ditemukan dalam praktek klinik.Anemia megaloblastik sering kali terlihat pada orang tua dengan malnutrisi, pecandu alkoholatau pada remaja dan pada kehamilan dimana terjadi peningkatan kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan fetus dan laktasi.Kebutuhan ini juga meningkat pada anemia hemolitik, keganasan dan hipertiroidisme.Penyakit celiac dan sariawan tropik juga menyebabkan malabsorpsi dan penggunaan obat-obat yang bekerja sebagai antagonis asam folat juga mempengaruhi.
j)        Pencegahan anemia pada penderita anemia megaloblastik
            Kebutuhan minimal folat setiap hari kira-kira 50 mg mudah diperoleh dari diet rata-rata. Sumber yang paling melimpah adalah daging merah (misalnya hati dan ginjal) dan sayuran berdaun hijau yang segar. Tetapi cara menyiapkan makanan yang benar
juga diperlukan untuk menjamin jumlah gizi yang adekuat. Misalnya 50% sampai 90% folat dapat hilang pada cara memasak yang memakai banyak air. Folat diabsorpsi
dari duodenum dan jejunum bagian atas, terikat pada protein plasma secara lemah dan disimpan  dalam hati. Tanpa adanya asupan folat persediaan folat biasanya akan habis
kira-kira dalam waktu 4 bulan. Selain gejala-gejala anemia yang sudah dijelaskan penderita anemia megaloblastik sekunder karena defisiensi folat dapat tampak seperti malnutrisi dan mengalami glositis berat (radang lidah disertai rasa sakit), diare dan kehilangan nafsu makan. Kadar folat serum juga menurun (<4 mg/ml).
Pengobatan anemia pada penderita anemia megaloblastik.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya pengobatan bergantung pada identifikasi dan menghilangkan penyebab dasarnya. Tindakan ini adalah memperbaiki defisiensi diet dan terapi pengganti dengan asam folat atau dengan vitamin B12. penderita kecanduan alkohol yang dirawat di rumah sakit sering memberi respon “spontan” bila di berikan diet seimbang. 2.











BAB III
PENUTUP

1. KESIMPULAN

            Berdasarkan uraian pada pembahasan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 100 ml darah.
Etiologi anemia Karena cacat sel darah merah (SDM).Karena kekurangan zat gizi,Karena perdarahan,Karena otoimun
            Patofisiologi anemia /Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangasel darah merah secara berlebihan atau keduanya.  Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui.  Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
















DAFTAR PUSTAKA

http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.¤
.http://www.pediatrik.com
 http://id.wikipedia.org/wiki/Anemia
¤
 http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/cybermed/detail
¤
 Sadikin Muhamad, 2002, Biokimia Darah, widia medika, jakartad




















 
BAB I
PENDAHULUAN

1.  LATAR BELAKANG
            Apa anemia itu? Anemia adalah keadaan dimana kadar sel-sel darah merah dan hemoglobin dalam darah kurang dari normal. Hemoglobin terdapat dalam sel-sel darah merah dan merupakan pigmen pemberi warna merah sekaligus pembawa oksigen dari paru-paru ke seluruh sel-sel tubuh. Oksigen ini akan digunakan untuk membakar gula dan lemak menjadi energy. Hal ini dapat menjelaskan mengapa kurang darah dapat menyebabkanng gejala lemah dan lesu yang tidak biasa.Paru-paru dan jantung juga terpaksa kerja keras untuk mendapatkan oksigen dari darah yang menyebabkan nafas terasa pendek.
            Walaupun gejalanya tidak terlihat atau samar-samar dalam jangka waktu lama.Kondisi ini tetap dapat membahayakan jiwa jika dibiarkan dan tidak diobati.Jika anda mengalami gejala lemah lesu berkepanjangan, sebaiknya segera periksakan diri ke dokter untuk mengetahui penyebabny. Anemia biasanya terdeteksi atau sedikitnya dapat dipastikan setelah pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar sel darah merah , hemotokrit dan hemoglobin. Pengobatan bisa bervariasi tergantung pada diagnosisnya.
            Sel-sel darah baru dibuat setiap hari dalam sumsum tulang belakang.Zat gizi yan diperlukan untuk pembuatan sel-sel ini adalah besi, protein dan vitamin terutama asam folat dan B12.Dari semua ini, besi dan protein yang paling penting dalam pembentukan hemoglobin. Setiap orang harus memiliki sekitar 15 gram hemoglobin per 100 ml darah dan jumlah darah sekitar lima juta sel darah merah per millimeter darah.









BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Anemia
            Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 100 ml darah.(Ngastiyah, 1997).
Secara fisiologis, anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan sehingga tubuh akan mengalami hipoksia. Anemia bukan suatu penyakit atau diagnosis melainkan merupakan pencerminan ke dalam suatu penyakit atau dasar perubahan patofisilogis yang diuraikan oleh anamnese dan pemeriksaan fisik yang teliti serta didukung oleh pemeriksaan laboratorium.
B.     Manifestasi klinik
Pada anemia, karena semua sistem organ dapat terlibat, maka dapat menimbulkan manifestasi klinik yang luas. Manifestasi ini bergantung pada:
(1) kecepatan timbulnya anemia
(2) umur individu
(3) mekanisme kompensasinya
(4) tingkat aktivitasnya
(5) keadaan penyakit yang mendasari, dan
(6) parahnya anemia tersebut.
            Karena jumlah efektif sel darah merah berkurang, maka  lebih sedikit O2 yang dikirimkan ke jaringan. Kehilangan darah yang mendadak (30% atau lebih), seperti pada perdarahan, menimbulkan simtomatoogi sekunder hipovolemia dan hipoksemia. Namun pengurangan hebat massa sel darah merah dalam waktu beberapa bulan (walaupun pengurangannya 50%) memungkinkan mekanisme kompensasi tubuh untuk menyesuaikan diri, dan biasanya penderita asimtomatik, kecuali pada kerja jasmani berat.
Mekanisme kompensasi bekerja melalui:
(1) peningkatan curah jantung dan pernafasan, karena itu menambah pengiriman O2
            ke jaringan-jaringan oleh sel darah merah
(2) meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin
(3) mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan,  dan
(4) redistribusi aliran darah ke organ-organ vital (deGruchy, 1978 ). 4.

C.    Etiologi
1.      Karena cacat sel darah merah (SDM)
            Sel darah merah mempunyai komponen penyusun yang banyak sekali. Tiap-tiap komponen ini bila mengalami cacat atau kelainan, akan menimbulkan masalah bagi SDM sendiri, sehingga sel ini tidak berfungsi sebagai mana mestinya dan dengan cepat mengalami penuaan dan segera dihancurkan. Pada umumnya cacat yang dialami SDM menyangkut senyawa-senyawa protein yang menyusunnya. Oleh karena kelainan ini menyangkut protein, sedangkan sintesis protein dikendalikan oleh gen di DNA.
2.      Karena kekurangan zat gizi
            Anemia jenis ini merupakan salah satu anemia yang disebabkan oleh faktor                                                                                                                          
luar tubuh, yaitu kekurangan salah satu zat gizi. Anemia karena kelainan dalam SDM   disebabkan oleh faktor konstitutif yang menyusun sel tersebut. Anemia jenis ini tidak dapat diobati, yang dapat dilakukan adalah hanya memperpanjang usia SDM sehingga mendekati umur yang seharusnya, mengurangi beratnya gejala atau bahkan hanya mengurangi penyulit yang terjadi.
3.      Karena perdarahan
          Kehilangan darah dalam jumlah besar tentu saja akan menyebabkan kurangnya jumlah SDM dalam darah, sehingga terjadi anemia. Anemia karena perdarahan besar  dan dalam waktu singkat ini secara nisbi jarang terjadi. Keadaan ini biasanya terjadi karena kecelakaan dan bahaya yang diakibatkannya langsung disadari. Akibatnya, segala usaha akan dilakukan untuk mencegah perdarahan dan kalau mungkin mengembalikan jumlah darah ke keadaan semula, misalnya dengan tranfusi.
4.      Karena otoimun
       Dalam keadaan tertentu, sistem imun tubuh dapat mengenali dan menghancurkan bagian-bagian tubuh yang biasanya tidak dihancurkan. Keadaan ini sebanarnya tidak seharusnya terjadi dalam jumlah besar. Bila hal tersebut terjadi terhadap SDM, umur SDM akan memendek karena dengan cepat dihancurkan oleh sistem imun. 1.

      D.    Diagnosis (gejala atau tanda-tanda)
Tanda-tanda yang paling sering  dikaitkan dengan anemia adalah:
      1.       kelelahan, lemah, pucat, dan kurang bergairah
      2.      sakit kepala, dan mudah marah
      3.      tidak mampu berkonsentrasi, dan rentan terhadap infeksi
      4.      pada anemia yang kronis menunjukkan bentuk kuku seperti sendok dan rapuh, pecah-pecah pada sudut mulut, lidah lunak dan sulit menelan.
            Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan kedalaman serta distribusi kapiler mempengaruhi warna kulit, maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat diandalkan.Warna kuku, telapak tangan, dan membran mukosa mulut serta konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.
        Takikardia dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh kecepatan aliran darah yang meningkat) menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat.Angina (sakit dada), khususnya pada penderita yang tua dengan stenosis koroner, dapat diakibatkan karena iskemia miokardium. Pada anemia berat, dapat menimbulkan payah jantung kongesif sebab otot jantung yang kekurangan oksigen tidak dapat menyesuaikan diri dengan beban kerja jantung yang meningkat. Dispnea (kesulitan bernafas), nafas pendek, dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman O2. Sakit kepala, pusing, kelemahan dan tinnitus (telinga berdengung) dapat menggambarkan berkurangnya oksigenasi pada susunan saraf pusat. Pada anemia yang berat dapat juga timbul gejala saluran cerna yang umumnya berhubungan dengan keadaan defisiensi. Gejala-gejala ini adalah anoreksia, nausea, konstipasi atau diare dan stomatitis (sariawan lidah dan mulut).

      E.     PATOFISIOLOGI
            Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangasel darah merah secara berlebihan atau keduanya.  Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui.  Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
            Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa.  Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah.  Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
            Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemolitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia).  Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria). 
            Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
Anemia
viskositas darah menurun
resistensi aliran darah perifer
penurunan transport O2 ke jaringan
hipoksia, pucat, lemah
beban jantung meningkat
kerja jantung meningkat
payah jantung



      F.     Klasifikasi anemia 
            Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro menunjukkan ukuran sel darah merah sedangkan kromik menunjukkan warnanya. Sudah dikenal tiga klasifikasi besar.
Yang pertama adalah anemia normositik normokrom. Dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang.
          Kategori besar yang kedua adalah anemia makrositik normokrom. Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab agen-agen yang digunakan mengganggu metabolisme sel.
           Kategori anemia ke tiga adalah anemia mikrositik hipokrom. Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal. Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan
darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit hemoglobin abnormal kongenital).
Anemia dapat juga diklasifikasikan  menurut etiologinya. Penyebab utama yang dipikirkan adalah
 (1) meningkatnya kehilangan sel darah merah dan
 (2) penurunan atau gangguan pembentukan sel.
 Meningkatnya kehilangan sel darah merah dapat disebabkan oleh perdarahan atau oleh penghancuran sel. Perdarahan dapat disebabkan oleh trauma atau tukak, atau akibat pardarahan kronik karena polip pada kolon, penyakit-penyakit keganasan, hemoriod atau menstruasi. Penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi, dikenal dengan nama hemolisis, terjadi bila gangguan pada sel darah merah itu sendiri yang memperpendek
hidupnya atau karena perubahan lingkungan yang mengakibatkan penghancuran sel darah merah. Keadaan dimana sel darah merah itu sendiri terganggu adalah:
1. hemoglobinopati, yaitu hemoglobin abnormal yang diturunkan, misal nya anemia sel sabit                        
2. gangguan sintetis globin misalnya talasemia
3. gangguan membran sel darah merah misalnya sferositosis herediter
4.defisiensi enzim misalnya defisiensi G6PD (glukosa 6-fosfat dehidrogenase).
        Yang disebut diatas adalah gangguan herediter. Namun, hemolisis dapat juga disebabkan oleh gangguan lingkungan sel darah merah yang seringkali memerlukan respon imun. Respon isoimun mengenai berbagai individu dalam spesies yang sama dan diakibatkan oleh tranfusi darah yang tidak cocok. Respon otoimun terdiri dari pembentukan antibodi terhadap sel-sel darah merah itu sendiri. Keadaan yang di namakan anemia hemolitik otoimun dapat timbul tanpa sebab yang diketahui setelah pemberian suatu obat tertentu seperti alfa-metildopa, kinin, sulfonamida, L-dopa atau pada penyakit-penyakit seperti limfoma, leukemia limfositik kronik, lupus eritematosus, artritis reumatorid dan infeksi  virus. Anemia hemolitik otoimun selanjutnya diklasifikasikan menurut suhu dimana antibodi bereaksi dengan sel-sel darah merah –antibodi tipe panas atau antibodi tipe dingin.
        Malaria adalah penyakit parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang terinfeksi. Penyakit ini akan menimbulkan anemia hemolitik berat ketika sel darah merah diinfestasi oleh parasit plasmodium, pada keadaan ini terjadi kerusakan pada sel darah merah, dimana permukaan sel darah merah tidak teratur. Sel darah merah yang terkena akan segera dikeluarkan dari peredaran darah oleh limpa(Beutler, 1983)
         Hipersplenisme (pembesaran limpa, pansitopenia, dan sumsum tulang hiperselular atau normal) dapat juga menyebabkan hemolisis akibat penjeratan dan penghancuran sel darah merah. Luka bakar yang berat khususnya jika kapiler pecah dapat juga mengakibatkan hemolisis.
        Klasifikasi etiologi utama yang kedua adalah pembentukan sel darah merah yang berkurang atau terganggu (diseritropoiesis). Setiap keadaan yang mempengaruhi fungsi sumsum tulang dimasukkan dalam kategori ini. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah:
1)      keganasan yang tersebar seperti kanker payudara, leukimia dan multipel mieloma; obat dan zat kimia toksik; dan penyinaran dengan radiasi dan
2)      penyakit-penyakit menahun yang melibatkan ginjal dan hati, penyakit-penyakit infeksi dan defiensi endokrin.
3)      Kekurangan vitamin penting seperti vitamin B12, asam folat, vitamin C dan besi dapat mengakibatkan pembentukan sel darah merah tidak efektif sehingga menimbulkan anemia. Untuk menegakkan diagnosis anemia harus digabungkan pertimbangan morfologis dan    etiologi. 4.

a)      Anemia aplastik
        Anemia aplastik adalah suatu gangguan pada sel-sel induk disumsum tulang yang dapat menimbulkan kematian, pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang dihasilkan tidak memadai. Penderita mengalami pansitopenia yaitu kekurangan  sel darah merah, sel darah putih dan trombosit. Secara morfologis sel-sel darah merah terlihat normositik dan normokrom, hitung retikulosit rendah atau hilang dan biopsi sumsum tulang menunjukkan suatu keadaan yang disebut “pungsi kering” dengan hipoplasia yang nyata dan terjadi pergantian dengan jaringan lemak. Langkah-langkah pengobatan terdiri dari mengidentifikasi dan menghilangkan agen penyebab.Namun pada beberapa keadaan tidak dapat ditemukan agen penyebabnya dan keadaan ini disebut idiopatik.Beberapa keadaan seperti ini diduga merupakan keadaan imunologis. 4.

b)      Gejala-gejala anemia aplastik
        Kompleks gejala anemia aplastik berkaitan dengan pansitopenia. Gejala-gejala lain yang berkaitan dengan anemia adalah defisiensi trombosit dan sel darah putih.
Defisiensi trombosit dapat mengakibatkan:
(1)ekimosis dan ptekie (perdarahan dalam kulit)
(2)epistaksis (perdarahan hidung)
(3)perdarahan saluran cerna
(4)perdarahan saluran kemih
(5)perdarahan susunan saraf pusat.
Defisiensi sel darah putih mengakibatkan lebih mudahnya terkena infeksi.
            Aplasia berat disertai pengurangan atau tidak adanya retikulosit jumlah granulosit yang kurang dari 500/mm3 dan jumlah trombosit yang kurang dari 20.000 dapat
mengakibatkan kematian dan infeksi dan/atau perdarahan dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Namun penderita yang lebih ringan dapat hidup bertahun- tahun.Pengobatan terutama dipusatkan pada perawatan suportif sampai terjadi penyembuhan sumsum tulang. Karena infeksi dan perdarahan yang disebabkan oleh defisiensi sel lain merupakan penyebab utama kematian maka penting untuk mencegah perdarahan dan infeksi. 4.
c)      Pencegahan anemia aplastik dan terapi yang di lakukan
        Tindakan pencegahan dapat mencakup lingkungan yang dilindungi (ruangan dengan aliran udara yang mendatar atau tempat yang nyaman) dan higiene yang baik.Pada pendarahan dan/atau infeksi perlu dilakukan terapi komponen darah yang bijaksana, yaitu sel darah merah, granulosit dan trombosit dan antibiotik.Agen-agen perangsang sumsum tulang seperti androgen diduga menimbulkan eritropoiesis, tetapi efisiensinya tidak menentu. Penderita anemia aplastik kronik dipertahankan pada hemoglobin (Hb) antara 8 dan 9 g dengan tranfusi darah yang periodik.
            Penderita anemia aplastik berusia muda yang terjadi secara sekunder akibat kerusakan sel induk memberi respon yang baik terhadap tranplantasi sumsum tulang dari donor yang cocok (saudara kandung dengan antigen leukosit manusia [HLA] yang cocok). Pada kasus-kasus yang  dianggap terjadi reaksi imunologis maka digunakan globulin antitimosit (ATG) yang mengandung antibodi untuk melawan sel T manusia untuk mendapatkan remisi sebagian. Terapi semacam ini dianjurkan untuk penderita yang agak tua atau untuk penderita yang tidak mempunyai saudara kandung yang cocok.

d)     Anemia defisiensi besi
        Anemia defisiensi besi secara morfologis diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintetis hemoglobin.
Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia. Khususnya terjadi pada wanita usia subur, sekunder karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama hamil.
            Penyebab lain defisiensi besi adalah:
1.      (1)asupan besi yang tidak cukup misalnya pada bayi yang diberi makan susu belaka                                                                           sampai usia antara 12-24 bulan dan pada individu tertentu yang hanya memakan sayur- sayuran saja.
2.      gangguan absorpsi seperti setelah gastrektomi dan
3.      kehilangan darah yang menetap seperti pada perdarahan saluran cerna yang lambat karena polip, neoplasma, gastritis varises esophagus, makan aspirin dan hemoroid.
4.      Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa rata-rata mengandung 3 sampai 5 g besi, bergantung pada jenis kelamin dan besar tubuhnya. Hampir dua pertiga besi terdapat dalam hemoglobin yang dilepas pada proses penuaan serta kematian sel dan diangkut melalui transferin plasma ke sumsum tulang untuk eritropoiesis. Dengan kekecualian dalam jumlah yang kecil dalam mioglobin (otot) dan dalam enzim-enzim hem, sepertiga
5.      sisanya disimpan dalam hati, limpa dan dalam sumsum tulang sebagai feritin dan sebagai hemosiderin untuk kebutuhan-kebutuhan lebih lanjut.

e)      Patofisiologi anemia defisiensi besi
            Walaupun dalam diet rata-rata terdapat 10 - 20 mg besi, hanya sampai 5% - 10% (1 - 2 mg) yang sebenarnya sampai diabsorpsi.Pada persediaan besi berkurang maka besi dari diet tersebut diserap lebih banyak. Besi yang dimakan diubah menjadi besi fero dalam lambung dan duodenum; penyerapan besi terjadi pada duodenum dan jejunum proksimal. Kemudian besi diangkut oleh transferin plasma ke sumsum tulang untuk sintesis hemoglobin atau ke tempat penyimpanan di jaringan.

f)       Tanda dan gejala anemia pada penderita defisiensi besi
            Setiap milliliter darah mengandung 0,5 mg besi. Kehilangan besi umumnya sedikit sekali, dari 0,5 sampai 1 mg/hari. Namun wanita yang mengalami menstruasi kehilangan tambahan 15 sampai 28 mg/bulan. Walaupun kehilangan darah karena menstruasi berhenti selama hamil, kebutuhan besi harian tetap meningkat, hal ini terjadi oleh karena volume darah ibu selama hamil meningkat, pembentukan plasenta, tali pusat dan fetus, serta mengimbangi darah yang hilang pada waktu melahirkan.
            Selain tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh anemia, penderita defisiensi besi yang berat (besi plasma lebih kecil dari 40 mg/ 100 ml;Hb 6 sampai 7 g/100 ml)mempunyai rambut yang rapuh dan halus serta kuku tipis, rata, mudah patah dan sebenarnya berbentuk seperti sendok (koilonikia). Selain itu atropi papilla lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah daging, dan meradang dan sakit. Dapat juga timbul stomatitis angularis, pecah-pecah dengan kemerahan dan rasa sakit di sudut-sudut mulut.
            Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah merah normal atau hampir normal dan kadar hemoglobin berkurang. Pada sediaan hapus darah perifer, eritrosit mikrositik dan hipokrom disertain poikilositosis dan aniositosis. Jumlah retikulosit mungkin normal atau berkurang. Kadar besi berkurang walaupun kapasitas meningkat besi serum meningkat.

g)      Pengobatan anemia pada penderita defisiensi besi
            Pengobatan defisiensi besi mengharuskan identifikasi dan menemukan penyebab dasar anemia. Pembedahan mungkin diperlukan untuk menghambat perdarahan aktif
yang diakibatkan oleh polip, tukak, keganasan dan hemoroid; perubahan diet mungkin diperlukan untuk bayi yang hanya diberi makan susu atau individu dengan idiosinkrasi makanan atau yang menggunakan aspirin dalam dosis besar. Walaupun modifikasi diet dapat menambah besi yang tersedia (misalnya hati, masih dibutuhkan suplemen besi untuk meningkatkan hemoglobin dan mengembalikan persediaan besi.Besi tersedia dalam bentuk parenteral dan oral.Sebagian penderita memberi respon yang baik terhadap senyawa-senyawa oral seperti ferosulfat.Preparat besi parenteral digunakan secara sangat selektif, sebab harganya mahal dan mempunyai insidens besar terjadi reaksi yang merugikan.

h)      Anemia megaloblastik
            Anemia megaloblastik diklasifikasikan menurut morfologinya sebagai anemia makrositik normokrom.

i)        . Sebab-sebab atau gejala anemia megaloblastik
            Anemia megaloblastik sering disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asam folat yang mengakibatkan sintesis DNA terganggu. Defisiensi ini mungkin sekunder karena malnutrisi, malabsorpsi, kekurangan faktor intrinsik  (seperti terlihat pada anemia pernisiosa dan postgastrekomi) infestasi parasit, penyakit usus dan keganasan, serta agen kemoterapeutik. Individu dengan infeksi cacing pita (dengan Diphyllobothrium latum) akibat makan ikan segar yang terinfeksi, cacing pita berkompetisi dengan hospes dalam mendapatkan vitamin B12 dari makanan, yang mengakibatkan anemia megaloblastik (Beck, 1983).
            Walaupun anemia pernisiosa merupakan prototip dari anemia megaloblastik defisiensi folat lebih sering ditemukan dalam praktek klinik.Anemia megaloblastik sering kali terlihat pada orang tua dengan malnutrisi, pecandu alkoholatau pada remaja dan pada kehamilan dimana terjadi peningkatan kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan fetus dan laktasi.Kebutuhan ini juga meningkat pada anemia hemolitik, keganasan dan hipertiroidisme.Penyakit celiac dan sariawan tropik juga menyebabkan malabsorpsi dan penggunaan obat-obat yang bekerja sebagai antagonis asam folat juga mempengaruhi.
j)        Pencegahan anemia pada penderita anemia megaloblastik
            Kebutuhan minimal folat setiap hari kira-kira 50 mg mudah diperoleh dari diet rata-rata. Sumber yang paling melimpah adalah daging merah (misalnya hati dan ginjal) dan sayuran berdaun hijau yang segar. Tetapi cara menyiapkan makanan yang benar
juga diperlukan untuk menjamin jumlah gizi yang adekuat. Misalnya 50% sampai 90% folat dapat hilang pada cara memasak yang memakai banyak air. Folat diabsorpsi
dari duodenum dan jejunum bagian atas, terikat pada protein plasma secara lemah dan disimpan  dalam hati. Tanpa adanya asupan folat persediaan folat biasanya akan habis
kira-kira dalam waktu 4 bulan. Selain gejala-gejala anemia yang sudah dijelaskan penderita anemia megaloblastik sekunder karena defisiensi folat dapat tampak seperti malnutrisi dan mengalami glositis berat (radang lidah disertai rasa sakit), diare dan kehilangan nafsu makan. Kadar folat serum juga menurun (<4 mg/ml).
Pengobatan anemia pada penderita anemia megaloblastik.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya pengobatan bergantung pada identifikasi dan menghilangkan penyebab dasarnya. Tindakan ini adalah memperbaiki defisiensi diet dan terapi pengganti dengan asam folat atau dengan vitamin B12. penderita kecanduan alkohol yang dirawat di rumah sakit sering memberi respon “spontan” bila di berikan diet seimbang. 2.











BAB III
PENUTUP

1. KESIMPULAN

            Berdasarkan uraian pada pembahasan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 100 ml darah.
Etiologi anemia Karena cacat sel darah merah (SDM).Karena kekurangan zat gizi,Karena perdarahan,Karena otoimun
            Patofisiologi anemia /Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangasel darah merah secara berlebihan atau keduanya.  Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui.  Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
















DAFTAR PUSTAKA

http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.¤
.http://www.pediatrik.com
 http://id.wikipedia.org/wiki/Anemia
¤
 http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/cybermed/detail
¤
 Sadikin Muhamad, 2002, Biokimia Darah, widia medika, jakartad